TRIBUNTRAVEL.COM - Ade Irma Suryani Nasution adalah gadis berusia lima tahun yang menjadi salah satu korban tragedi penggerebekan rumah Alm Jenderal Abdul Haris Nasution di Jalan Teuku Umar No 40, Menteng, Jakarta Pusat.
Beberapa peluru yang dilepaskan oleh pasukan Tjakrabirawa menembus punggung kecil Ade Irma yang menamengi ayahnya.
Ade Irma Suryani Nasution merupakan putri bungsu dari Jenderal besar AH Nasution.
Kisah ini bisa traveler telusuri di Museum AH Nasution yang berlokasi di bekas rumah sang Jenderal.
Di sini, traveler bisa melihat beberapa barang peninggalan Ade Irma.
Lukisan-lukisan Ade Irma menghiasi salah satu kamar di Museum AH Nasution.
Selain barang-barang peninggalan, diorama kejadian juga melengkapi kronologi penyerangan yang terjadi di rumah AH Nasution.
• 5 Tempat Ini Jadi Saksi Bisu Peristiwa G30S, dari Monumen Pancasila Sakti hingga Monumen Kresek
• Museum AH Nasution, Saksi Bisu Tertembaknya Ade Irma Suryani saat Peristiwa G30S
Mulai dari diorama penyerangan AH Nasution di kamar tidurnya, penodongan senjata kepada Ibu Nas, penangkapan Lettu Pierre Tendean oleh pasukan Tjakrabirawa, hingga diorama AH Nasution yang mencoba kabur dari kejaran pasukan Tjakrabirawa dengan melompati tembok.
Lubang–lubang hasil tembakan peluru yang masih lengkap menghiasi kamar tidur AH Nasution tak pelak membuat bulu kuduk berdiri.
Peristiwa yang terjadi pada malam 1 Oktober 1965 itu merenggut banyak nyawa.
Dari rumah tersebut, selain Ade Irma, nyawa Pierre Tendean pun tak tertolong.
Pierre yang waktu itu diketahui sedang berisitirahat di ruang tamu kediaman AH Nasution menjadi target dari penggerebekan oleh pasukan Tjakrabirawa.
Pasukan Tjakrabirawa yang mengira Lettu Tendean sebagai AH Nasution langsung menculik Pierre, dan membawanya ke area Lubang Buaya bersama keenam perwira tinggi TNI lainnya.
Mereka akhirnya dibunuh dan dimasukkan ke dalam sumur, yang kini dikenal sebagai Lubang Buaya.
Kini rumah yang menjadi saksi bisu peristiwa penggerebekan AH Nasution telah menjadi prasasti hidup yang diresmikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono pada hari 3 Desember 2008.