Reruntuhan itu berada di antara padang rumput hijau yang biasa muncul saat waduk surut.
Peninggalan lain selebihnya ada di tengah hamparan persawahan.
Warga sekitar memang memanfaatkan lahan waduk yang surut untuk menanam padi.
Makam lawas yang kembali terlihat
Selain menemukan jalan lawas dan sisa reruntuhan permukiman masa lalu, KompasTravel juga menemukan satu lagi peninggalan masa lalu berupa makam.
Makam itu berada di sisi timur areal persawahan.
Untuk mencapainya, kendaraan roda dua harus berjalan melalui jalan sempit di sekitar sawah. Warga yang sedang berada di sawah pun akan memberi tahu jalan terbaik untuk mencapai areal makam.
Sesampainya di areal makam, batu-batu nisan tampak berserakan.
Beberapa di antaranya ada yang masih berdiri kokoh, ada pula batu nisan yang sudah hancur. Meski demikian, dari batu-batu nisan itu masih bisa disimpulkan bahwa areal tersebut adalah pemakaman lawas yang terendam air waduk ketika puncak musim hujan.
Bahkan, ada beberapa batu nisan yang sampai saat ini tulisannya masih terbaca. KompasTravel menemukan satu nisan bertuliskan tanggal kematian 26-8-1979.
Peninggalan jembatan kereta api di Kecamatan Nguntoronadi
Selain di Kecamatan Wuryantoro, peninggalan permukiman masa lalu juga tampak di kecamatan lain, salah satunya adalah Nguntoronadi yang ada di sisi timur Waduk Gajah Mungkur.
KompasTravel sebelumnya pernah melakukan penelusuran pada tanggal 29 September 2018 silam di Kecamatan Nguntoronadi.
Hasilnya, memang ada beberapa peninggalan masa lalu berupa sumur dan fondasi rumah seperti di Kecamatan Wuryantoro.
Namun, ada satu penginggalan infrastruktur masa lalu yang turut terlihat di Kecamatan Nguntoronadi, yakni jembatan kereta api.