Ada dua pos pendakian yang biasanya dijadikan tempat berkemah para pendaki Gunung Slamet.
Pendaki biasanya berkemah di Pos Samhyang Rangkah dan Samhyang Kendit bila terlalu gelap dan tak ingin melanjutkan pendakian.
Sepanjang perjalanan kami banyak bergurau untuk melepas lelah yang menerpa. Sesekali, teh hangat menjadi selingan kami menghabiskan waktu.
Dalam perjalanan ini kami lebih dari satu malam di Gunung Slamet. Oh, nikmatnya berlama-lama di gunung.
Dari puncak turun ke bibir kawah Gunung Slamet
Udara di luar gubuk tempat peristirahatan kami terasa menusuk kulit. Waktu itu, kami mulai pendakian sekitar pukul 04.30 WIB.
“Ayo kita naik, gak sabar mau melintas kawah nih, Wan,” kata saya kepada Wawan mengawali perjalanan.
Hesti berjalan sebagai orang pertama.
Saya mengikuti di belakangnya sambil menyiapkan kamera untuk mengabadikan momen matahari terbit.
Jalur dari Plawangan menuju puncak Gunung Slamet terbilang terjal, lebih dari dari 50 derajat.
Medan berbatu menambah kesulitan kami untuk melangkah. Sesekali kaki terperosot dan harus ekstra untuk berusaha meraih batu untuk pegangan.
Semburat matahari mulai muncul di belakang kami.
Udara yang dingin bertiup berganti kehangatan dari matahari.
Butuh sekitar dua jam perjalanan dari Pos Plawangan menuju Puncak Gunung Slamet.
Setelah memeras keringat dan berjalan terseok-seok di tengah suhu yang dingin, kami tiba di atap tertinggi di Jawa Tengah.