TRIBUNTRAVEL.COM - "Mendaki melintasi kawah Gunung Slamet itu seperti berjalan di Planet Mars," kata rekan saya, Wawan, di sela-sela perjalanan mendaki Gunung Slamet di Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Dahi saya sedikit mengernyit mendengar ucapan Wawan.
Saya tak membayangkan melintasi jalur di dekat kawah Gunung Slamet yang berstatus sebagai gunung api aktif.
Saat itu, saya mendaki bersama rekan-rekan anggota organisasi Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Jenderal Soedirman (UPL MPA Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah.
TONTON JUGA
Waktu itu, ada Hesti, Wawan, dan Reza.
Kami mendaki melewati Jalur Bambangan di Purbalingga.
Perjalanan melewati jalur pendakian favorit ke Gunung Slamet ini memang terasa biasa.
Incaran saya adalah pengalaman melewati pinggir kawah Gunung Slamet.
“Paling banyak pendaki Gunung Slamet ya lewat Bambangan dibandingkan jalur yang lain,” ujar Wawan yang juga berprofesi sebagai pemandu gunung bersertifikat resmi.
Seperti gunung-gunung lainnya di Pulau Jawa, jalur awal pendakian Gunung Slamet yaitu melewati perkebunan milik warga.
Ada beragam tanaman hortikultura seperti kentang yang cukup menjadi andalan masyarakat kaki gunung.
Jalur selanjutnya adalah medan menanjak yang konstan saat melewati Pos Gemirung, Walang, Cemara, dan Samarantu.
Vegetasi yang kami lewati adalah hutan tropis dengan pepohonan yang menjulang tinggi.
Bagi saya, jalur seperti ini lazim ditemui di gunung-gunung lain di Pulau Jawa.
Yang cukup unik di Gunung Slamet yaitu adanya gubuk-gubuk semi permanen yang kadang kala berfungsi sebagai warung dan tempat beristirahat para pendaki.