Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

7 Tradisi yang Dilakukan Umat Hindu di Bali Saat Hari Raya Galungan dan Kuningan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah warga memanjat tumpukan kayu yang membentuk formasi menyerupai gunung dalam Tradisi Mekotek yang digelar saat merayakan Hari Raya Kuningan di Desa Munggu Kabupaten Badung, Sabtu (15/4/2017).

TRIBUNTRAVEL.COM - Hari Raya Galungan di Bali dirayakan mulai besok, Kamis (25/7/2019).

Galungan akan berlangsung selama 10 hari, dan pada hari terakhir merupakan perayaan Hari Raya Kuningan yang jatuh pada Sabtu (3/8/2019).

Tak seperti perayaan Nyepi, saat Galungan dan Kuningan, wisatawan di Bali bebas berkeliaran di pulau tersebut.

Namun, wisatawan diwajibkan menjaga sopan santun selama perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung.

Jika traveler berkesempatan liburan ke Bali saat perayaan Galungan dan Kuningan, ada beberapa tradisi yang bisa dilihat secara langsung.

Berikut tujuh tradisi yang dilakukan umat Hindu di Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan:

1. Memasang penjor

Penjor setinggi 16 meter di kawasan Banjar Jambe, Desa Kerobokan, Kuta Utara, Bali, Selasa (25/12/2018). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Mengutip dari Bali Spirit, Hari Raya Galungan dan Kuningan biasanya ditandai dengan adanya penjor atau janur kuning yang dipasang di sepanjang jalan.

Penjor biasanya terbuat dari batang bambu yang dihiasi dengan daun kelapa, padi, dan kotak khusus untuk sesaji yang disebut canang.

Diwartakan Tribun Bali, penjor merupakan lambang Bhatara Mahadewa yang beristana di Gunung Agung atau Bhatara Siwa.

Penjor-penjor tersebut ditancapkan di depan pintu masuk saat Penampahan sore agar saat Galungan masih dalam keadaan segar.

2. Memotong babi

Sekehe Truna warga Banjar Kehen, Kesiman, Denpasar, Bali, Senin (28/5/2018), memotong babi persiapan Hari Raya Galungan. (Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa)

Sehari sebelum Hari Raya Galungan, umat Hindu akan merayakan Penampahan.

Pada saat Penampahan, umat Bali akan menyembelih babi sebagai wujud syukur.

Menurut Wakil Ketua PDHI Bali Pinandita Ketuk Pasek Swastika, memotong babi saat Penampahan bermakna untuk mengalahkan sad ripu atau enam sifat manusia, seperti dilansir dari Tribun Bali.

Halaman
123