Sebelumnya Robin Fisher sudah memperingatkan kepadatan di puncak Everest.
"Dengan satu rute ke puncak, penundaan yang disebabkan oleh kepadatan yang berlebihan dapat berakibat fatal sehingga saya berharap keputusan saya untuk pergi pada tanggal 25 akan lebih sedikit pendaki," tulisnya.
Menurut The Guardian, korban lainnya bernama Kevin Hynes dari Irlandia, Ernst Landgraf dari Austria, dan Kalpana Das dan Nihal Bagwan, keduanya dari India.
Dua pendaki tambahan dari India dan satu dari Amerika Serikat juga tewas di Everest.
Pendaki Irlandia kedua diduga tewas setelah dia terpeleset dan jatuh dekat ke puncak.
Dikutip dari The New York Times, pendaki Everest yang berpengalaman mengatakan, pendaki yang terlalu padat dan tidak berpengalaman harus disalahkan.
Para pendaki berdesak-desakan untuk mengambil foto narsis dan mempertaruhkan nyawanya untuk mengantre ke puncak.
Hal tersebut patut disayangkan karena kematian bukan karena cuaca buruk, tapi 'kemacetan' di atas gunung.
Menurut catatan perizinan di Nepal, banyak pendaki tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk melakukan pendakian.
"Itu menakutkan," kata Ed Dohring, seorang dokter dari Arizona yang melakukan pendakian seperti wawancara yang dilakukan New York Times.
Ed Dohring mengklaim, dia harus menginjak-injak seorang wanita yang baru saja meninggal untuk melanjutkan perjalanannya.
Kondisi menjadi berbahaya karena orang-orang berdesakan di puncak yang sempit dan beku untuk mengambil swafoto.
• Sulawesi Utara Disebut Bintang Baru Pariwisata Indonesia oleh Jokowi, Intip Pesonanya
• 5 Keuntungan Liburan Menggunakan Motor, Termasuk Bisa Hemat Bujet
• 6 Warung Nasi Liwet Enak di Solo yang Cocok Jadi Menu Sarapan
• Turis Asing Ini Kecewa saat Temukan Potret Asli Pura Lempuyang di Bali
• 5 Tempat Wisata Malam Dekat UGM Yogyakarta yang Menarik untuk Dijelajahi
TribunTravel/Ambar Purwaningrum