TRIBUNTRAVEL.COM - Kesan yang muncul itu modern, ketika pertama kali berkunjung ke Museum History of Java di Jalan Parangtritis Km 5.5 Kecamatan Sewon, Bantul.
Pasalnya, museum ini telah menerapkan teknologi kekinian, berupa Augmented Reality, semacam aplikasi untuk membuat objek lebih terkesan hidup.
"Lewat aplikasi ini belajar sejarah di museum, bisa lebih menyenangkan," kata Ari Wastu Jatmiko, selaku Public Relation Museum History of Java, Jumat (5/4/2019)
Pengoperasian dari aplikasi ini sangat mudah, layar handphone yang sebelumnya sudah menginstall aplikasi museum di play store disesuaikan dengan barcode yang tertempel di dinding museum. Begitu barcode terdeteksi, maka secara otomatis akan muncul gambar.
Lewat bantuan aplikasi ini gambar di museum yang awalnya diam bisa bergerak-gerak. Bahkan dilengkapi dengan audio dan efek sehingga terlihat seperti benda hidup.
"Ini museum pertama kali di Yogyakarta yang menerapkan aplikasi bergambar 3D," terangnya.
Selain menerapkan teknologi Augmented Reality, museum ini juga mengemas sejarah dalam bentuk mini teater.
Jadi sebelum melihat koleksi benda-benda sejarah, pengunjung akan disuguhi sebuah film yang menceritakan terbentuknya pulau Jawa, pada kurun waktu 2,5 juta tahun lalu.
"Kalau ingin lebih detail bisa belajar di teks. Jadi ada yang tercatat tekstual ada juga video," ungkapnya.
Memang benar, sepanjang dinding museum yang berada di bawah naungan D'Topeng Kingdom ini dipenuhi dengan teks atau papan informasi yang bercerita tentang sejarah.
Mulai dari kehidupan pulau Jawa hingga manusia Purba di Indonesia.
Melihat lebih jauh, museum yang dibuka pertama kali pada akhir 2018 ini menyimpan puluhan atau bahkan ratusan koleksi benda sejarah. Koleksi itu dipajang dan tertata rapi dalam rak kaca.
Dikelompokkan kedalam beberapa lorong, mengikuti berdasarkan zamannya.
Misalkan saja, lorong Austronesia. Lorong ini menceritakan kehidupan di Pulau Jawa zaman Kapitayan.
Kata Yanuari Christyawan, Kepala Guide yang memandu perjalanan di museum ini, masyarakat Jawa zaman Kapitayan masih mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.
"Kapitayan itu cikal bakal kejawen. Sebelum datang agama Hindu dan Budha masyarakat di Jawa mengenal sang Hyang Ismoyo. Bukti peninggalannya berupa patung Semar dan Togog," ujar dia, sembari tangannya menunjukkan kedua patung itu.
Patung semar terlihat berbadan tambun. Sedangkan Togog bisa dibedakan dengan bibirnya yang lebar. Pasca zaman Kapitayan, kata Yanuari di tanah Jawa pada abad pertama mulai muncul agama Hindu-Budha. Agama ini datang dari India.
Peninggalan dari zaman ini ditemukannya arca, lampu minyak, kendi minyak hingga Pataka Dwija Naga. "Tempat untuk meletakkan bendera gulo kelapa atau saat ini menjadi merah putih," terangnya.