Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Hobi Jalan-jalan Blusukan? Yu, Nikmati Wisata Sejarah dan Kuliner Jadul di Kotagede

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Gede Mataram Kotagede

TRIBUNTRAVEL.COM - Kotegede menyimpan banyak sekali potensi wisata budaya dan kuliner yang bisa dinikmati para wisatawan.

Bila suka jalan jalan blusukan dengan jalan kaki, daerah yang juga terkenal dengan sentra industri kerajinan perak ini adalah tempat yang pas. 

Ada banyak hal yang bisa dinikmati di sini, salah satunya tentu wisata budaya dan religi. Satu di antaranya adalah Masjid Gede Mataram Kotagede.

Masjid yang kini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi ini memiliki sejarah sangat penting bagi perkembangan Islam di Yogyakarta.

Warisman, salah satu Takmir Masjid Gede Mataram Kotagede berbagi cerita soal sejarah masjid ini.

Pada tahun 1587 M masjid ini didirikan oleh Panembahan Senopati Sutowijaya. Sebelum masjid ini dibangun, sang ayah, Ki Ageng Pemanahan berikhtiar ingin menyiarkan agama Islam di wilayah Jawa bagian selatan yang pada masa itu belum mengenal Islam.

"Dahulunya wilayah Kotagede berupa hutan yang bernama alas Mentaok. Hadi Wijoyo selaku Raja di Kerajaan Pajang memberikannya kepada Ki Ageng Pemanahan karena berhasil mengalahkan Adipati Aryo Penangsang," terang Warisman.

Berbekal tekad ingin syiar, lanjut Warisman, berangkatlah Ki Ageng Pemanahan ke Alas Mentok. Sesampainya di alas Menyajikan, lalu ia mendirikan sebuan langgar. Perjuangan menyiarkan Islam tersebut kemudian diteruskan oleh putranya Panembahan Senopati Sutowijya.

Melihat arsitektur bangunan Masjid terutama di bagian gerbang, maka akan mendapati motif bangunan yang lazim ditemui di sebuah pura milik umat Hindu.

Dijelaskan Warisman, perpaduan gaya arsitektur bangunan Masjid ini memang tak lepas dari peran serta masyarakat penganut agama Hindu kala itu.

"Di gerbang masjid akan ditempatkan kepala raksasa yang lazim ditemui dalam arsitektur bangunan Hindu. Sejarahnya memang dibantu masyarakat yang waktu itu memeluk Hindu," terang Warisman.

Selain kayu yang masih asli, tembok dan struktur bangunan  Masjid tersebut masih sama dengan bentuk aslinya. Di dalam masjid juga terdapat Bedug yang diberi nama Kyai Dondong dan Mimbar yang umurnya sama dengan Masjid Gede Mataram Kotagede.

Selain Masjid Gede, ada bangunan yang menjadi ikon perkembangan sejarah Islam di sini, yakni Langgar Dhuwur Kotagede.

Salah satu bangunan yang bisa mewakili bagaimana masyarakat pemeluk Islam menjalankan aktivitas ibadahnya sehari hari. Langgar adalah tempat beribadah umat Islam layaknya sebuah mushola atau masjid.

Bedanya, langgar ini berada satu area dengan rumah pribadi. Langgar dibangun untuk aktivitas ibadah oleh si empunya rumah secara swadaya sebagai kelengkapan sebuah rumah tinggal.

Umumnya langgar dhuwur dibuat lebih tinggi seperti sebuah rumah panggung di bagian depan rumah utama.

Untuk itu disebut langgar dhuwur, karena dhuwur bermakna tinggi dalam bahasa Jawa. Salah satu langgar dhuwur yang ada di Kotagede adalah milik Ahmad Charis Zubair yang terletak di Boharen, Purbayan Kotagede.

Menurut Charis, kira kira di tahun 90 an, keberadaan langgar serupa tercacat masih ada sebanyak 7 langgar. Di antaranya ada di wilayah Lebihan, Joyopranan dan alun alun Kotagede. Seiring berjalan waktu, saat ini hanya tersisa satu saja langgar yang masih utuh bangunannya, yakni langgar di tempatnya ini.

Halaman
123