Tradisi ini merupakan tradisi yang unik karena jarang sekali ritual di Bali menggunakan kalender Masehi sebagai patokannya.
Tujuan dari digelarnya Tradisi Perang Air di Gianyar ini adalah sebagai bentuk pembersihan diri dari hal-hal negatif yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya agar di tahun yang baru ini diharapkan tidak menimpa warga kembali.
Menurut warga Suwat, di awal tahun yang baru wajib bagi mereka untuk melakukan pembersihan pada alam sekitar dan diri sendiri agar pengaruh negatif yang ada di lingkungan sekitar ataupun di dalam diri kita sendiri dapat segera dimusnahkan.
6. Tradisi Ngedeblag
Tradisi unik di Bali berikutnya adalah Ngedeblag di Kemenuh Gianyar.
Ngedeblag adalah prosesi rutin yang digelar setiap enam bulan sekali (kalender Bali) tepatnya pada hari Kajeng Kliwon, pada saat peralihan sasih Kelima (bulan 5) ke sasih Kanem (bulan 6) dalam kalender Bali atau sekitar bulan September – Desember kalender masehi.
Para pengayah (peserta) laki-laki arus menggunakan kamben (kain) yang dilapisi dengan saput tanpa menggunakan baju.
Mereka juga dibuat menjadi seseram mungkin, dengan cat air warna warni, dan satu oles pamor yang dioleskan pada kening.
Tujuan digelarnya tradisi Ngedeblag adalah untuk membersihkan bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (diri manusia) agar desa Kemenuh terhindar dari segala bencana.
7. Tradisi Meketekan
Jika secara nasional ada yang namanya sensus penduduk, di mana semua penduduk didata secara riil sesuai data di lapangan, di desa ini pencatatan dilakukan menggunakan sebuah tradisi yang disebut Meketekan.
Meketekan adalah salah satu proses pencatatan warga secara niskala yang dilakukan di Desa Pakraman Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Tradisi ini khusus dilakukan di Pura Dalem desa setempat.
Tradisi Meketekan secara umum memang hampir sama dengan proses pendataan penduduk yang dilakukan secara nasional.
Namun bedanya, Meketekan yang merupakan pencatatan penduduk secara niskala ini telah berlangsung secara turun-temurun jauh sebelum adanya sensus.