Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Mengenal 3 Mitos tentang Gempa Bumi di Indonesia, dari Pulau Jawa hingga Nias

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi seismograf, alat pencatat getaran gempa bumi.

Saat memukul kentongan, masyarakat juga mengucapkan mantara yang berbunyi “kukuh bakuh... kukuh bakuh…” beberapa kali.

Tujuan membaca mantra itu agar bangunan rumah tetap kuat dan tidak roboh sekaligus meminta agar Anantaboga tak lagi marah.

2. Mitos batu di gunung

Masyarakat Sunda menyebut gempa bumi dengan sebutan 'lini' atau 'lindu'.

Menurut mitos masyarakat Sunda, gempa bumi disebabkan oleh sebuah batu di sebuah gunung yang bisa bergerak mengguncang bumi.

Namun, diyakini batu itu tidak sembarangan bergerak selama masih ada manusia di muka bumi, karena ia tahu efek gerakannya akan mengakibatkan bencana.

Meski begitu, terkadang ada setan yang menyamar menjadi semut hitam.

Semut hitam samaran setan itu mendatangi batu dan melapor, tak ada lagi manusia di bumi.

Sehingga, batu itu kemudian bergerak melemaskan badan karena sudah merasa letih menjaga posisi berdiam diri.

Nah, gempa bumi terjadi akibat semut hitam itu yang memberi laporan palsu kepada sang batu.

Saat gempa bumi terjadi, masyarakat Sunda berteriak-teriak "aya...aya...aya..." yang artinya "ada...ada..ada..."

Hal ini bertujuan untuk memberitahu sang batu, masih ada manusia di muka bumi.

3. Mitos dewa-dewa yang tinggal di dunia bawah tanah sedang marah

Di Pulau Nias, masyarakat percaya mitos gempa bumi disebabkan marahnya dewa-dewa yang tinggal di bawah tanah.

Menurut legenda masyarakat Pulau Nias, kepulauan tersebut ditopang oleh dewa bernama Bauwadanohia yang juga disebut Simayamayarao atau Lature Dano.

Halaman
123