Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Mirip Legian! Ini Pusatnya Belanja Suvenir Khas Nepal di Kathmandu, Harga Bisa Ditawar Sampai Pas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sore di Thamel, salah satu pusat belanja di Kathmandu, Nepal

Kami rasanya lemas tapi sekaligus ingin mentertawakan kekonyolan sebelumnya.

Saat uang menipis, malah ketemu toko yang paling murah.

"Jangan-jangan semakin ke ujung, harganya makin murah," seloroh saya ke Santosh.

Dia menjawab menggeleng-geleng sambil tersenyum, "Tidak, tidak. Di sini yang paling murah. Kamu bisa membandingkannya. Mereka semua mengambil dari saya."

Santosh pun dengan lihai mengeluarkan berbagai koleksinya, walau kita hanya menanyakan satu barang.

"Yang ini berbeda, lebih halus, harganya lebih mahal sedikit. Yang ini kualitas premium, harganya beda lagi," ujarnya mengeluarkan banyak syal.

Melihat kami terpaku, dia melanjutkan, "Kalau ini the best, kamu tidak akan mendapat di toko lain," ujarnya.

Masbro Santosh salah satu pemilik toko di Thamel(Kompas.com/Wisnubrata)

Ia juga menerangkan bagaimana syal itu dibuat, dari bulu kambing gunung bagian mana.

"Karena setiap bagian bulu beda kualitas. Yang terbaik adalah bulu leher, seperti yang ini," lanjutnya.

Kelihaian Santosh menawarkan barang dan bercerita membuat kami pun tak segan bergurau dengannya, sampai-sampai kami memanggilnya "Masbro".

Niat belanja pun muncul lagi, dan kali ini yang dirogoh adalah kartu kredit.

Sayang menurut Masbro Santosh, alat pembayaran kartunya rusak.

"Tapi masbro, kamu bilang toko ini pemasok, kanapa kami nggak bisa bayar pakai kartu? Sementara di toko lain kami bisa gesek. Kurang meyakinkan nih," gurau kami.

"Saya tadinya punya, tapi sedang rusak, sekarang diservis," ujarnya beralasan.

Namun, Santosh bisa mengusahakannya dengan membayar di toko temannya bila kami benar-benar kehabisan uang tunai.

Akhirnya sisa-sisa rupee pun berpindah ke tangan Santosh.

Setengah geli kami berkata, kenapa nggak dari tadi ketemu toko ini ya?

"Tapi sudahlah, di toko sebelumnya anggap saja kita membantu untuk makan anaknya yang kecil itu," ujar salah satu dari kami menghibur diri.

Selesai? Belum.

Ternyata waktu sudah hampir menunjukkan pukul 19.00 dan kami harus bergegas ke hotel untuk memasukkan barang-barang belanjaan tadi ke bagasi dan berangkat ke bandara.

Saat memasukkan barang belanjaan tersebut, ada rekan yang tidak menemukan salah satu tas belanjaannya.

Di cari ke sana kemari tidak ketemu.

"Mungkin tertinggal di tokonya Masbro," ujarnya.

"Coba telpon, tadi ada kartu namanya," kata saya.

Maka ia menelpon dan benar tas itu ada di sana.

Segeralah kami menyelesaikan packing lebih cepat agar bisa kembali mengambil tas di Thamel, sekalian menuju ke bandara.

Tadinya disepakati ada dua orang saja turun dari mobil, yang lain menunggu.

Selain biar cepat, parkiran di sekitar Thamel jaraknya jauh.

Bila parkir di dekat jalan utama, kami harus menghidupkan mesin agar jika sewaktu-waktu petugas datang, mobil bisa segera menyingkir.

Namun sesampai di sana, beberapa orang berubah pikiran.

Rasanya harga-harga di toko Santosh terlalu menggiurkan untuk dilewatkan.

Maka kembalilah sebagian dari kami berbondong-bondong ke sana untuk belanja lagi.

Ketika akhirnya selesai, semua tiba di mobil dengan senyum mengembang.

Sepanjang perjalanan pulang, kami masih mengulang cerita soal Masbro dan kekonyolan kami belanja di Thamel.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Konyol Belanja di Thamel, Nepal"