Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Inilah Lontong Cap Go Meh, Sajian Khas Cap Go Meh yang Hanya Dijajakan Selama 3 Hari

Editor: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sepiring Lontong Cap Go Meh di Pasar Gede Solo yang dijual dengan harga Rp 30.000 per porsi.

Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang sakit.

Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur.

Kemudian telur, dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan.

Sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.

Di kedai milik Hardjo Tjendono, seporsi lontong Cap Go Meh dibanderol Rp 30.000 per porsinya.

Dikutip dari Kompas.com, lontong Cap Go Meh merupakan bentuk kuliner adaptasi peranakan China di Nusantara.

“Lontong Cap Go Meh ini bentuk makanan adaptasi, bentuk baru untuk kaum Peranakan, bukan menggantikan, mereka menghormati tradisi masyarakat setempat (di pesisir Laut Jawa),” kata pemerhati budaya China, Agni Malagina kepada KompasTravel, Senin (6/2/2017).

Agni menceritakan lontong Cap Go Meh sendiri hanya ditemukan di pesisir Laut Jawa.

Di daerah-daerah peranakan China lain seperti di Singkawang, Palembang, atau Bangka Belitung tak ada, dikarenakan asimilasi budaya tak sekuat di Jawa.

Dahulu, imigran China di pesisir Laut Jawa tinggal dan lalu mengadopsi kebudayaan setempat.

Sebagaimana pendatang, imigran China pun memperkenalkan segala jenis pengetahuan yang dibawa dari negeri asalnya.

Ia menceritakan Lontong Cap Go Meh berasal dari kebiasaan dari santri yang menyantap ketupat dan opor ayam.

Banyaknya versi cerita asal usul lontong Cap Go Meh pun diakui oleh Agni.

Namun, meski banyaknya cerita itu, lontong Cap Go Meh telah menambah ragam kuliner Nusantara.