Breaking News:

Mata Lokal Travel

Pulau Penyengat Tanjungpinang Riau, Sejarah Islam dan Kemegahan Masjid Sultan Riau

Pulau Penyengat di Tanjungpinang, Riau, menyimpan sejarah Islam dan kemegahan Masjid Sultan Riau yang berdiri megah sejak abad ke-19.

Liliaini, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons
Masjid Sultan Riau, satu tempat wisata religi di Tanjungpinang, Riau 

TRIBUNTRAVEL.COM - Pulau Penyengat di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, bukan sekadar sebuah pulau kecil di perairan Selat Riau

Pulau ini menyimpan jejak panjang sejarah Kesultanan Riau-Lingga, warisan peradaban Melayu, dan perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara. 

Baca juga: Taman Burung Jauhari, Masa Depan Wisata Edukasi di Mempura, Siak, Riau

Tampak depan Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjungpinang.
Tampak depan Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjungpinang. (KOMPAS.COM/AMBAR NADIA)

Baca juga: Masjid Agung Islamic Centre di Rohul, Riau Tampilkan Panorama Negeri Seribu Suluk Dari Menara 99 M

Di tengah pulau, berdiri sebuah masjid berwarna kuning keemasan yang hingga kini masih tegak megah: Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.

Masjid ini telah menjadi ikon sejarah, budaya, sekaligus religi. 

Baca juga: Kisah Meriam Buntung di Istana Siak Riau, Dicuri, Dipotong, Hingga Diselamatkan Dari Kapal Karam

Baca juga: Mengenal Tugu Zapin di Sukajadi, Pekanbaru, Riau Karya Seniman Legendaris Asal Bali

Lebih dari sekadar rumah ibadah, bangunan ini adalah saksi bisu kejayaan masa lalu, cerminan gotong royong masyarakat, serta lambang inovasi yang melampaui zamannya.

Arsitektur Megah dengan Filosofi Mendalam

Masjid Raya Sultan Riau dibangun pada 1 Syawal 1248 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1832 Masehi, atas prakarsa Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman. 

Arsitekturnya memancarkan kemegahan dengan dominasi warna kuning khas Melayu, dipadukan nuansa hijau yang menenangkan.

Bangunan utama masjid ditopang empat tiang besar, memiliki 13 kubah dan empat menara runcing setinggi 18 meter. 

Jika dijumlahkan, terdapat 17 elemen yang dipercaya melambangkan jumlah rakaat salat wajib dalam sehari semalam. 

2 dari 4 halaman

Filosofi ini memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara desain bangunan dan ajaran Islam.

Selain itu, masjid memiliki tujuh pintu dan enam jendela besar, masing-masing memberi makna simbolik tentang nilai kehidupan, keterbukaan, serta hubungan manusia dengan Sang Pencipta.

Putih Telur sebagai Perekat Bangunan

Satu keunikan yang membuat masjid ini mendunia adalah penggunaan putih telur sebagai bahan perekat bangunan. 

Menurut kisah turun-temurun, saat pembangunan berlangsung, masyarakat sekitar turut serta membawa berbagai bahan makanan. 
Telur menjadi satu hidangan utama bagi para pekerja.

Namun, sisa putih telur yang menumpuk kemudian dimanfaatkan oleh para arsitek untuk dicampur dengan pasir, kapur, dan tanah liat. 
Hasilnya, tercipta adonan yang kokoh dan mampu bertahan hingga ratusan tahun. 

Inovasi sederhana ini lahir dari semangat kebersamaan, kreativitas, sekaligus efisiensi pemanfaatan bahan yang tersedia. 

Hingga kini, dinding masjid masih berdiri kokoh, menjadi bukti nyata kecerdikan orang-orang di masa lalu.

Pusat Sejarah, Ilmu, dan Budaya

Kompleks Masjid Raya Sultan Riau tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat aktivitas keagamaan dan budaya. 

3 dari 4 halaman

Di halaman masjid, terdapat dua rumah sotoh yang dahulu difungsikan sebagai tempat singgah musafir sekaligus ruang musyawarah. 

Dua balai lain dipakai untuk kenduri, acara berbuka puasa, dan kegiatan adat.

Di bagian dalam, tersimpan mushaf Al-Quran tulisan tangan yang menjadi koleksi berharga. 

Al-Quran ini ditulis oleh Abdurrahman Stambul, seorang ulama asal Penyengat yang dikirim Sultan untuk menuntut ilmu ke Turki pada 1867 M. 

Karya ini tidak hanya bernilai religius, tetapi juga menunjukkan tingginya tradisi keilmuan pada masa itu.

Selain mushaf, terdapat mimbar kayu jati yang didatangkan khusus dari Jepara. 

Ukirannya halus, menjadi perpaduan indah antara seni Jawa dan budaya Melayu. 

Semua elemen tersebut menjadikan masjid ini bukan sekadar bangunan, tetapi pusat ilmu, seni, dan spiritualitas.

Baca juga: Wisata Religi di Kuindra, Inhil, Riau, Makam Tuan Guru Ramai Dikunjungi Peziarah Dalam & Luar Negeri

Pulau Penyengat dan Romantisme Sejarah

Pulau Penyengat sendiri memiliki nilai sejarah yang tak kalah menarik. 

4 dari 4 halaman

Pulau ini dahulu dipersembahkan sebagai mas kawin pernikahan antara Raja Hamidah, putri bangsawan Bugis, dengan Sultan Mahmud Syah III dari Kesultanan Riau-Lingga. 

Sejak saat itu, Penyengat berkembang menjadi pusat pemerintahan, kebudayaan, dan agama.

Hingga kini, peninggalan sejarah masih bisa ditemukan di berbagai sudut pulau. 

Dari makam para raja dan bangsawan, reruntuhan istana, hingga benteng pertahanan, semuanya menjadi bagian dari cerita panjang kejayaan Riau-Lingga.

Warisan yang Tetap Hidup

Keberadaan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat telah diakui sebagai salah satu warisan budaya penting Indonesia. 

Keunikan arsitektur, sejarah panjang, hingga kisah penggunaan putih telur menjadikannya destinasi wisata sejarah dan religi yang terus menarik minat wisatawan.

Bagi masyarakat setempat, masjid ini bukan sekadar peninggalan nenek moyang, tetapi juga pusat kegiatan keagamaan yang tetap hidup hingga sekarang. 

Suara azan masih berkumandang setiap hari, jamaah masih memenuhi saf salat, dan kegiatan keagamaan rutin digelar di dalamnya.

Pulau Penyengat, dengan Masjid Raya Sultan Riau sebagai jantungnya, adalah simbol perpaduan antara tradisi, agama, dan inovasi. 

Setiap sudutnya menyimpan kisah yang bisa menjadi inspirasi tentang pentingnya kebersamaan, semangat gotong royong, dan kecintaan pada nilai-nilai luhur.

TribunTravel

Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
RiauTanjungpinangPulau PenyengatMasjid Sultan RiauMataLokalTravel
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved