TRIBUNTRAVEL.COM - Kabupaten Garut, Jawa Barat, tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga menyimpan jejak sejarah penting perjuangan rakyat.
Salah satunya bisa ditemukan di Masjid Asy Syuro atau Masjid Cipari yang berlokasi di Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Baca juga: Itinerary Garut 1 Hari Bujet Rp 590 Ribu Berdua: Jelajahi Alam dan Tempat Hits Garut
Baca juga: Itinerary Pendakian Gunung Cikuray di Garut untuk Rombongan 4 Orang, Segini Bujetnya
Masjid Cipari memiliki keunikan tersendiri karena mengusung arsitektur bergaya Eropa yang jarang ditemukan pada bangunan masjid di Indonesia.
Dengan menara setinggi 20 meter yang mirip menara gereja, Masjid Cipari menjadi saksi bisu perlawanan rakyat bersama para santri dan ulama terhadap pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh Kartosuwirjo.
Baca juga: Itinerary Tektok Gunung Papandayan di Garut, Jabar, Bujet Mulai Rp 150 Ribuan per Orang
Arsitektur Unik Bergaya Eropa
Masjid Asy Syuro didirikan pada tahun 1933 dan selesai dibangun pada 1936.
Perancangnya adalah Abikoesno Tjokrosoejoso, adik dari tokoh pergerakan nasional HOS Tjokroaminoto.
Desainnya yang menyerupai bangunan Eropa diyakini dipengaruhi oleh pengetahuan arsitektur Belanda.
Bangunan masjid berdiri di atas lahan 75 x 30 meter persegi.
Menara menjulang setinggi 20 meter menjadikan masjid ini berbeda dari kebanyakan masjid di Jawa Barat.
Pada masa awal berdirinya, masyarakat setempat sempat heran karena bangunannya tidak lazim.
Meski demikian, keindahan dan kekokohan bangunan membuatnya tetap digunakan sebagai pusat kegiatan ibadah dan pendidikan Islam.
Tanah untuk pembangunan masjid merupakan wakaf dari Ajengan Bustomi, tokoh masyarakat Cipari.
Sementara biaya pembangunan banyak dibantu oleh Haji Sambas Bayongbong.
Sejak berdiri, masjid ini menjadi pusat syiar Islam sekaligus pendidikan bagi santri di kawasan Garut.
Baca juga: Itinerary Garut 1 Hari Penuh Bujet Rp 280 Ribu: Wisata Kebun Mawar, Curug & Pantai
Jejak Sejarah Perlawanan DI/TII
Selain arsitektur uniknya, Masjid Cipari dikenal sebagai saksi sejarah perlawanan rakyat terhadap pemberontakan DI/TII.
Pemberontakan yang dipimpin Kartosuwirjo pada akhir 1940-an hingga 1960-an meninggalkan jejak mendalam di Jawa Barat, termasuk di Garut.
Pemimpin Pesantren Cipari, Kiai Yusuf Tauziri, awalnya dikenal sebagai sahabat dekat Kartosuwirjo.
Keduanya sama-sama berjuang dalam pergerakan Islam melalui Sarekat Islam Indonesia pada dekade 1930-an.
Namun hubungan keduanya retak ketika Kartosuwirjo mengajak untuk mendirikan negara dalam negara dengan dalih syariat Islam.
Kiai Yusuf menolak ajakan tersebut karena menilai Indonesia sudah merdeka dan memiliki pemerintahan yang sah.
Ia menegaskan bahwa perjuangan umat Islam harus diisi dengan dakwah, pendidikan, serta menjaga persatuan bangsa, bukan dengan pemberontakan bersenjata.
Penolakan itu memicu konflik besar. Pasukan DI/TII kemudian menyerang kawasan Cipari, termasuk Masjid Asy Syuro.
Menara masjid bahkan masih menyimpan bekas peluru yang ditembakkan oleh pasukan pemberontak.
Saat terjadi serangan, warga sekitar sering menjadikan masjid sebagai tempat perlindungan sekaligus pos pantau perlawanan.
Simbol Keteguhan Rakyat Garut
Keberanian Kiai Yusuf Tauziri bersama para santri dan warga Cipari menjadikan Masjid Asy Syuro simbol keteguhan rakyat Garut melawan pemberontakan.
Dari menara setinggi 20 meter, para pejuang mengamati pergerakan pasukan DI/TII dan mengatur strategi pertahanan.
Walaupun mendapat tekanan besar, semangat mempertahankan persatuan bangsa tetap dijaga.
Masjid Cipari menjadi saksi bagaimana rakyat dan santri bersatu menjaga kemerdekaan Indonesia dari upaya pemberontakan yang ingin memecah belah bangsa.
Baca juga: Itinerary Bandung 1 Hari dari Garut: Liburan Keluarga Hemat Rp 700 Ribu untuk 3 Orang
Cagar Budaya yang Terus Dijaga
Kini, Masjid Asy Syuro Cipari telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah.
Status ini menegaskan pentingnya masjid tersebut tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai peninggalan sejarah perjuangan bangsa.
Di area sekitar masjid, hingga kini masih berdiri pesantren yang menaungi ratusan santri.
Lembaga pendidikan ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memiliki pendidikan formal mulai dari tingkat tsanawiyah hingga aliyah.
Hal ini melanjutkan semangat Kiai Yusuf Tauziri dalam mencetak generasi penerus yang berilmu dan berakhlak.
Bangunan masjid tetap terawat dengan baik.
Menara yang menyimpan bekas peluru dibiarkan sebagai saksi sejarah agar generasi mendatang tidak melupakan perjuangan para pendahulu.
Selain itu, masjid ini sering menjadi tujuan wisata religi bagi masyarakat Garut maupun dari luar daerah.
Warisan Perjuangan dan Pendidikan
Masjid Cipari tidak sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga warisan perjuangan yang menyatukan dakwah, pendidikan, dan semangat melawan penjajah serta pemberontakan.
Kisah tentang persahabatan Kiai Yusuf Tauziri dan Kartosuwirjo yang berujung perpecahan menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa di atas kepentingan kelompok.
Sebagai masjid dengan arsitektur unik bergaya Eropa dan jejak sejarah perlawanan, Masjid Asy Syuro Cipari di Garut menjadi simbol keteguhan rakyat Jawa Barat.
Hingga kini, kehadirannya tetap kokoh berdiri, tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pengingat akan harga mahal dari sebuah kemerdekaan dan persatuan.
TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.