TRIBUNTRAVEL.COM - Tradisi padusan tentu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Terlebih bagi masyarakat Jawa Tengah dan Jogja, tradisi padusan seakan menjadi kegiatan rutin menjelang bulan Ramadhan.
Masyarakat biasanya berbondong-bondong mendatangi sumber mata air dan kolam renang untuk melangsungkan tradisi padusan.
Tradisi padusan sendiri sudah ada sejak zaman dahulu kala.
Baca juga: Sambut Ramadhan, Masjid Agung Kauman Semarang Gelar Tradisi Dugderan hingga Bagikan Roti Ganjel Rel
Tradisi ini juga memiliki banyak hal yang menarik untuk di bahas, lho.
Apa saja? Yuk simak sederet fakta tentang padusan yang telah TribunTravel rangkum dari berbagai sumber.
1. Makna Padusan
Nama padusan diambil dari kata adus dalam bahasa Jawa yang berarti mandi.
Bagi masyarakat Jawa, padusan berarti menyucikan diri serta membersihkan jiwa dan raga.
Kegiatan ini dilakukan dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Baca juga: 6 Negara yang Rayakan Tradisi Unik saat Ramadhan, dari Jepang hingga Pakistan
2. Ada Sejak Zaman Hamengkubuwono I
Tradisi padusan telah dilestarikan di Jogja sejak zaman pemerintahan Hamengkubuwono I lho.
Kala itu, padusan rutin dilaksanakan di kolam-kolam masjid atau sumber mata air.
Sumber mata air yang digunakan tak sembarangan dan biasanya ditentukan langsung oleh Sultan yang memerintah.
Namun seiring perkembangan zaman, kini masyarakat bebas menentukan lokasi untuk padusan.
3. Nilai Padusan Telah Bergeser
Nilai ritual padusan akhir-akhir ini telah bergeser.
Padusan yang dulunya sakral, lambat laun berubah menjadi tren wisata.
Tak heran jika bermunculan tempat wisata yang menjadi destinasi untuk padusan.
Baca juga: 5 Fakta Unik Sotong Pangkong, Kuliner Khas Pontianak yang Jadi Favorit saat Ramadhan
4. Padusan Bisa Dilakukan di Rumah
Dahulu masyarakat melangsungkan padusan dengan berbondong-bondong datang ke kolam masjid atau sumber mata air.
Namun kini, padusan bisa dilakukan di rumah masing-masing.
Lokasi padusan tak menjadi masalah selama niatnya benar yakni untuk membersihkan diri.
Terlepas dari perubahan yang terjadi, tradisi padusan masih perlu dilakukan menjelang datangnya bulan suci Ramadan.
Selain untuk menyucikan diri sebelum puasa, tradisi ini juga perlu dilestarikan untuk mempertahankan warisan budaya leluhur.
5. Dulunya Dilakukan Secara Terpisah bagi Laki-laki dan Perempuan
Padusan pada zaman dahulu dilakukan secara terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Ritual yang dilakukan memang sama, yakni menceburkan diri ke kolam untuk pembersihan.
Namun untuk perempuan, biasanya di tempat yang lebih tertutup.
Baca juga: 8 Tempat Ngabuburit di Solo, Termasuk Masjid Raya Sheikh Zayed & Kampung Ramadhan Semanggi
6. Lokasi padusan
Melansir Kompas.com, padusan digelar pada sejumlah lokasi di Jawa Tengah dan Jogja.
Untuk Jawa Tengah, lokasi padusan banyak ditemukan di Klaten, antara lain Umbul Manten, Obyek Mata Air Cokro (OMAC), Umbul Ponggok, Umbul Nilo, Umbul Kapilaler dan Umbul Cokro.
Pemandian alami ini selalu dipadati pengunjung yang ingin melakukan ritual padusan.
Kegiatan serupa juga dilakukan di Umbul Petilasan Joko Tingkir di Semarang. Ribuan warga yang bukan hanya berasal dari Semarang memadati petilasan ini untuk menjalani padusan.
Sedangkan di Jogja, tradisi padusan dilakukan pada sejumlah lokasi yang memiliki sejarah.
Sebut saja Umbul Pajangan di Sleman, Sendang Klangkapan di Sleman, dan Sendang Ngepas Lor di Sleman.
Selain itu, ritual padusan di Yogyakarta juga diselenggarakan pada sejumlah pantai di kawasan Gunungkidul.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul, tidak melarang warga menggelar tradisi padusan di kawasan pantai.
Sebab, larangan padusan dikhawatirkan justru berdampak pada sektor ekonomi dan pariwisata.
Baca juga: Makam Sunan Kalijaga dan 3 Tempat Wisata Religi di Demak untuk Dikunjungi saat Ramadhan
(TribunTravel.com/mym)
Untuk membaca artikel terkait berita Ramadhan, kunjungi laman ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.