Breaking News:

Ramadhan

Fakta Unik Nyadran, Tradisi yang Diadakan Sebulan sebelum Ramadhan

Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga dibeberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya.

Tribun Jogja/Agung Ismiyanto
Ribuan orang memadati pemakaman Makam Sewu, Wijirejo, Pandak pada Senin (8/6/2015). Mereka mengikuti upacara tradisi nyadran yang digelar menjelang Ramadhan pada Ruwah. 

TRIBUNTRAVEL.COM -  Buat kamu yang masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta pasti sudah tidak asing dengan tradisi Nyadran.

Tradisi Nyadran merupakan satu kegiatan yang diadakan jelang Ramadhan.

Baca juga: 6 Negara yang Rayakan Tradisi Unik saat Ramadhan, dari Jepang hingga Pakistan

Nyadran bandungreja, satu tradisi unik selama Ramadhan.
Nyadran bandungreja, satu tradisi unik sebelum Ramadhan. (TribunTravel/Arimbi Haryas Prabawanti)

Baca juga: Kumpulan Resep Nasi Goreng Bumbu Iris untuk Menu Sahur Ramadhan

Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta "Sraddha" yang artinya keyakinan, dikutip dari menpan.go.id.

Dalam kalender Jawa, bulan Ramadan disebut dengan Bulan Ruwah, sehingga Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah.

Baca juga: Pantai Ujung Batu, Tempat Wisata Hits di Barru Sulsel Buat Ngabuburit di Bulan Ramadhan 2023

Baca juga: Kumpulan Resep Sahur Ramadhan dari Udang, Praktis Cuma 30 Menit & Mengenyangkan

Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa atau pada 15, 20, dan 23 bulan Ruwah.

Nyadran dilakukan dengan bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa atau selamatan bersama di sekitar area makam.

Nyadran dimaksudkan sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.

Sekaligus dijadikan sebagai sarana guna melestrikan budaya gotong royong dalam masyarakat sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).

Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga dibeberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya.

Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur.

2 dari 3 halaman

Namun juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan.

Baca juga: 3 Resep Sahur Ramadhan Simpel dan Praktis dari Tahu, Bikin Perkedel Cuma 30 Menit

Warga memasak daging kambing di area pemakaman Setono saat dilakukan sadran Kyai Ashari, Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jateng, Kamis (15/5/2014). Nyadran di makam petilasan Kyai Ashari ini diselenggarakan setiap tahun untuk meneruskan tadisi budaya warga.
Warga memasak daging kambing di area pemakaman Setono saat dilakukan sadran Kyai Ashari, Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jateng, Kamis (15/5/2014). Nyadran di makam petilasan Kyai Ashari ini diselenggarakan setiap tahun untuk meneruskan tadisi budaya warga. (Tribun jateng/Wahyu Sulistiyawan)

Mengutip jogjakota.go.id, tradisi Nyadran terdiri dari berbagai kegiatan, yakni

1. Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.

Dalam Kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerjasama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.

2. Kirab, merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ketempat upacara adat dilangsungkan.

3. Ujub, menyampaikan Ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.

4. Doa, Pemangku Adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.

5. Kembul Bujono dan Tasyukuran, setelah dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri.

Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya.

3 dari 3 halaman

Setelah masyarakat telah berkumpul dan membawa kendurinya masing-masing, makanan yang dibawa diletakkan didepan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah.

Kemudian dilakukan tukar-menukar makanan yang dibawa masyarakat.

Untuk mengakhiri acara kemudian masyarakat melakukan makan berasama dengan saling bersendau gurau untuk saling mengakrabkan diri.

Nyadran yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, serta memetik ajaran baik dari para pendahulu.

Seperti pepatah Jawa kuno yang mengatakan "Mikul dhuwur mendem jero" yang kurang lebih memiliki makna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam".

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mengenal Nyadran, Tradisi Masyarakat Jawa Jelang Bulan Ramadhan

Selanjutnya
Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Jawa TengahYogyakartaRamadhanfakta unik
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved