TRIBUNTRAVEL.COM - Penerbangan Turkish Airlines dari Ouagadougou (OUA) di Burkina Faso ke Conakry (CKY) di Guinea mengalami turbulensi parah pada Senin (29/8/2022) malam.
Gangguan turbulensi terjadi ketika penerbangan Turkish Airlines yang diperasikan dengan Airbus A330-200 sedang mendekati Bandara Internasional Ahmed Sekou Toure Conakry, Guinea.

Awak penerbangan Turkish Airlines memberitahu menara pengawas tentang turbulensi yang terjadi, dengan tim darurat langsung ditempatkan di bandara.
Tim tersebut terdiri dari petugas medis, pemadam kebakaran serta petugas keamanan.
Baca juga: Penerbangan Alami Turbulensi Parah, Sebabkan 2 Pramugari dan 6 Penumpang Terluka
Setelah mendarat, penumpang Turkish Airlines diperiksa oleh petugas medis dan lima dari mereka kemudian dibawa ke rumah sakit.
Pesawat Turkish Airlines kemudian berangkat dengan selamat untuk penerbangan kembali ke Istanbul, dengan penundaan sekira 5 jam.
Penerbangan Turkish Airlines
Melansir Simple Flying, Kamis (1/9/2022), penerbangan Turkish Airlines TK537 dioperasikan oleh pesawat Airbus A330-200 dengan registrasi TC-JNB.
Ada 134 penumpang di dalamnya.
TC-JNB baru dikirimkan ke Turkish Airlines pada bulan Desember 2005.
Airbus A330-200 dapat menampung 250 penumpang dengan rincian 232 di kelas ekonomi dan 18 di kelas bisnis.
Pesawat merupakan salah satu dari 13 Airbus A330-200 yang saat ini ada di jajaran armada Turkish Airlines.
Maskapai juga memiliki 37 Airbus A330-300 yang lebih besar, masing-masing dapat menampung total 289 penumpang dalam konfigurasi dua kelas.
Meskipun penerbangan TK537 pada hari Senin mungkin bukan pengalaman yang paling menyenangkan bagi penumpang, Turkish Airlines membanggakan melalui situs resminya tentang kenyamanan di dalam pesawat Airbus A330-200.
Fiturnya termasuk pencahayaan khusus yang menciptakan suasana sekitar, mengurangi efek jetlag dan hiburan dalam penerbangan yang menyediakan saluran TV, musik, serta konektivitas satelit.
Baca juga: Kursi Terbaik di Pesawat untuk Hindari Turbulensi, Bikin Penerbangan Semakin Nyaman
Istanbul ke Conakry, melalui Ouagadougou
Penerbangan TK537 adalah layanan terjadwal dari Istanbul ke Conakry yang dioperasikan Turkish Airlines tiga kali per minggu.
Penerbangan tersebut singgah selama 55 menit di Ouagadougou, Burkina Faso dalam perjalanan ke ibu kota Guinea.
Bandara Internasional Ahmed Sekou Touré terletak di Conakry, Guinea.
Bandara ini melayani tujuan di seluruh Afrika Barat, tetapi juga secara teratur menyambut pesawat berbadan lebar milik Emirates, Brussels Airlines, Air France, dan Turkish Airlines, yang tiba dari hub masing-masing.
TAP Air Portugal juga terbang dari Lisbon menggunakan pesawat Airbus A321-nya.
Baca juga: Takut Turbulensi? Pilot Ungkap Waktu dan Tempat Duduk Terbaik saat Naik Pesawat

Apakah turbulensi parah menjadi lebih sering?
Insiden Senin malam bukan pertama kalinya turbulensi parah di dalam penerbangan Turkish Airlines yang menyebabkan cedera.
Pada 2019, 29 penumpang terluka ketika pesawat Boeing 777-300ER yang mereka tumpangi mengalami turbulensi parah sekira 45 menit sebelum mendarat di Bandara JFK New York.
Kita mungkin akan melihat lebih banyak insiden semacam ini di tahun-tahun mendatang.
Para ahli memperkirakan bahwa turbulensi udara yang jernih akan menjadi lebih umum sebagai akibat dari peningkatan tipisnya angin di aliran jet yang disebabkan oleh pemanasan global.
Pasalnya, turbulensi parah dilaporkan akan mengingkat dua atau tiga kali lipat dalam beberapa dekade mendatang.
Baca juga: Pesawat Boeing Turbulensi Hebat Setelah Terobos Badai Petir, 40 Penumpang Terluka
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Alasan utamanya tentu sudah tak asing di telinga, yakni pemanasan global.
Profesor Ilmu Atmosfer di Universitas Reading Inggris, Paul Williams, menyoroti bagaimana penerbangan juga akan menjadi korban perubahan iklim.
Berbicara di Kongres Berjangka Penerbangan Berkelanjutan, Profesor Williams memberikan pernyataan sebagai berikut:
“Kami memiliki banyak bukti bahwa aliran jet sekarang 15 persen terpotong lebih kuat sejak satelit mulai mengukurnya pada tahun 1970-an. Dan inilah yang menyebabkan banyak turbulensi, terutama turbulensi udara yang jernih.
Satelit menunjukkan bahwa itu telah menjadi 15 persen lebih kuat sejak tahun 1970-an, itu adalah perubahan besar. Dan kami memahami mengapa hal itu terjadi dalam hal mekanisme fisik di baliknya.
Perhitungan kami menunjukkan akan ada dua atau tiga kali lipat turbulensi parah dalam beberapa dekade mendatang karena perubahan iklim."
University of Reading tidak sendirian dalam perhitungan dan kesimpulannya.
Hal itu didukung oleh data dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS ( NTSB ) yang mencatat bahwa turbulensi parah meningkat pada penerbangan.
Cedera terkait turbulensi adalah jenis kecelakaan maskapai yang paling umum, dan awak kabin 24 kali lebih rentan cedera daripada penumpang.
Baca juga: Pilot Pingsan di Ketinggian 30.000 Kaki, Sesaat usai Pesawat Alami Turbulensi
(TribunTravel.com/mym)
Baca selengkapnya soal artikel penerbangan di sini.