TRIBUNTRAVEL.COM - Ketupat identik dengan perayaan hari raya Idul Fitri.
Ketupat kerap hadir sebagai hidangan wajib saat lebaran dan biasa disajikan bersama opor ayam.
Namun ada yang berbeda dari tradisi perayaan lebaran pada sebagian daerah di tanah Jawa.
Jika biasanya ketupat selalu hadir sejak hari pertama perayaan hari raya Idul Fitri.
Di Jawa ketupat justru baru dibuat pada 8 Syawal atau tepatnya seminggu setelah lebaran.
Ya, tradisi ini kemudian dikenal dengan istilah lebaran ketupat.
Tradisi merayakan lebaran ketupat tersebut sudah dilakukan oleh sebagian warga Jawa dan tetap terjaga hingga sekarang.
Baca juga: 6 Fakta Ketupat, Hidangan Lebaran Berbahan Dasar Beras yang Sering Disantap dengan Opor Ayam
Sejarah Lebaran Ketupat

Merangkum dari berbagai sumber, tradisi lebaran ketupat diprakarsai pertama kali oleh Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga sendiri merupakan satu di antara tokoh Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Pada zaman dulu, Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah lebaran atau 'bakda' pada masyarakat Jawa.
Istilah yang dimaksud adalah bakda lebaran dan bakda kupat.
Bakda lebaran merupakan perayaan hari raya Idul Fitri pada umumnya yang jatuh pada 1 Syawal.
Sedangkan bakda kupat baru diperingati seminggu setelah hari raya Idul Fitri itu sendiri.
Tradisi lebaran ketupat biasanya dilaksanakan pada 8 Syawal, yaitu bertepatan dengan penyelesaian puasa sunnah Syawal yang dilakukan selama enam hari.
Baca juga: Kenapa Ketupat dan Opor Ayam Selalu Hadir saat Hari Raya Idul Fitri?
Baca juga: 3 Cara Mencegah Ketupat agar Tidak Cepat Basi, Hangatkan Seperlunya
Tradisi Lebaran Ketupat di Jawa

Sesuai namanya pada lebaran ini masyarakat Jawa akan membuat ketupat dengan daun lontar.
Di berbagai daerah bahkan punya tradisi uniknya sendiri untuk merayakan lebaran ketupat ini.
Tak hanya tradisi, katupat pada momen lebaran ini juga dihidangkan dengan aneka makanan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah.
Di Magelang misalnya, tradisi lebaran ketupat diperingati dengan Festival Balon Syawalan.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak 1980-an dan dilakukan dengan cara menerbangkan 150 balon di halaman depan Masjid Agung Kauman dan di lapangan dusun setempat.
TONTON JUGA:
Tak hanya di Magelang, masyarakat Kudus juga kerap memperinagtinya dengan meriah.
Dikenal dengan istilah Syawalan, lebaran ketupat di Kudus dirayakan dengan prosesi Kirab gunungan Seribu Ketupat.
Gunungan tersebut terdiri dari susunan seribu ketupat dan ratusan lepet yang diarak dari rumah kepala desa setempat menuju Masjid Sunan Muria.
Selain gunungan, masyarakat Kudus juga menggelar tradisi ziarah ke Makam Sunan Muria.
Kemudian setelah ziarah, warga akan minum air dan mencuci tangan dan kaki dengan air dari gentong peninggalan Sunan Muria.
Meski punya perayaan yang berbeda-beda, lebaran ketupat punya makna yang sama.
Yaitu sebagai simbol kebersamaan dengan memasak ketupat dan mengantarkannya kepada sanak saudara.
Sebab dalam tradisi lebaran ketupat biasanya masyarakat Jawa akan saling mengirim makanan kepada sanak saudara.
Baca juga: Kenapa Ketupat Selalu Jadi Makanan yang Dihidangkan saat Lebaran?
Baca juga: 4 Tips Memasak Ketupat Agar Cepat Matang, Perhatikan Durasi Memasaknya
Filosofi Ketupat

Ketupat identik dengan bentuknya yang khas yaitu segi empat dan dibuat dari anyaman daun lontar.
Tak main-main rupanya stiap sisi dari bentuk ketupat rupanya punya makna filosofis yang mendalam.
Konon, ketupat berasal dari singkatan dalam bahasa Jawa yaitu 'ngaku lepat' dan 'laku papat'.
'Ngaku lepat' memiliki arti mengakui kesalahan yang diidentikkan dengan tradisi saling meminta maaf saat momen hari raya Idul Fitri.
Sedangkan untuk 'laku papat' sendiri diartikan sebagai empat tindakan yang meliputi lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Mengutip dari Kompas.com, Sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung Fadly Rahman, semua hal tersebut berhubungan dengan sifat manusia.
Lebaran berarti pintu ampun yang dibuka lebar terhadap kesalahan orang lain.
Luberan berarti melimpahi, memberi sedekah pada orang yang membutuhkan.
Leburan berarti melebur dosa yang dilalui selama satu tahun.
Sedangkan untuk kata Laburan yakni menyucikan diri, putih kembali layaknya bayi.
Dari semua istilah tersebut secara tidak langsung ketupat menjadi simbol permintaan maaf bagi masyarakat Jawa.
Dan dari sinilah cikal bakal pamor ketupat menjadi selalu hadir saat perayaan momen hari raya Idul Fitri.
(TribunTravel/Zainiya Abidatun Nisa')
Baca selengkapnya soal tradisi lebaran di sini