TRIBUNTRAVEL.COM - Sebentar lagi umat Muslim di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Oleh sebab itu tak heran jika banyak yang sudah mulai menyiapkan aneka kuliner lezat untuk keluarga di rumah.
Namun dari sekian banyak pilihan kuliner, ternyata ketupat dan opor ayam hampir tak pernah absen dari meja makan saat Lebaran.
Kenapa kok bisa begitu ya? Simak yuk penjelasannya.
Di balik kesederhanaan ketupat pada perayaan Lebaran, terkandung makna filosofi yang begitu indah di dalamnya.
Baca juga: Es Krim Opor Ayam, Kuliner Unik Ala Sisca Kohl yang Viral di TikTok
Ketupat menjadi pengingat makna dari Hari Raya Idul Fitri bagi yang menyantapnya.

Sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung Fadly Rahman menjelaskan bahwa menurut cerita rakyat, ketupat berasal dari masa hidup Sunan Kalijaga, tepatnya masa syiar Islamnya pada abad ke-15 hingga ke-16.
"Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai ke-Islaman," Fadly Rahman yang juga menulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, mengutip berita Kompas.com, beberapa waktu silam.
Menurut Fadly Rahman, ketupat mewakili dua simbolisasi yakni ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan, dan laku papat atau empat laku yang juga tercermin dari wujud empat sisi dari ketupat.
Empat laku atau sisi dari ketupat bukan hanya karena bentuknya segi empat saja, tapi ada empat makna di baliknya.
Empat laku ketupat
1. Lebaran (kata dasar lebar) berarti pintu ampun yang dibuka lebar terhadap kesalahan orang lain.
2. Luberan (kata dasar luber) berarti melimpahi, memberi sedekah pada orang yang membutuhkan.
3. Leburan (kata dasar lebur) berarti melebur dosa yang dilalui selama satu tahun.
4. Laburan (kata lain kapur) yakni menyucikan diri, putih kembali layaknya bayi.
Sementara itu, hidangan pendamping ketupat juga memiliki arti tersendiri.
Fadly mengatakan bahwa hidangan tersebut merupakan perwakilan lengkap asimilasi kuliner Nusantara yang terpengaruh dari berbagai budaya luar.
Contohnya kuah kari, sajian yang memiliki pengaruh kuat dari kuliner India.
Ada juga gulai punya pengaruh dari Arab.
Lalu ada balado, kuliner yang memiliki pengaruh dari Portugis, sedangkan semur dan kue kering pengaruh dari Eropa terutama Belanda.
Bahkan manisan merupakan pengaruh dari China.
Tradisi Lebaran lainnya seperti memberikan bingkisan dan hantaran jajanan sudah diterapkan dari zaman dahulu, dilakukan oleh mayarakat multikultural di Indonesia.
Tradisi tersebut akhirnya mengakar hingga saat ini dan menjunjung tinggi toleransi di Tanah Air.
Baca juga: 8 Fakta Unik Maldives, Termasuk Tarian Tradisional Menyambut Hari Raya Idul Fitri

Opor ayam
Saat Lebaran di Indonesia, dua sajian yang mungkin tidak pernah terlewat ada di meja makan adalah ketupat dan opor ayam.
Mungkin sebagian dari kita terkadang bertanya-tanya, kenapa ketupat sering kali dihidangkan dengan opor ayam terutama saat Lebaran di Indonesia?
Perpaduan ketupat dan opor ayam ternyata tak hanya sekadar cocok dari rasa saja, tapi ada kisah yang lekat dengan kebiasaan masyarakat Nusantara, membuat kedua hidangan ini seakan tak terpisahkan.
Menurut Travelling Chef Wira Hardiansyah, keterkaitan ketupat dan opor ayam ini ternyata berhubungan dengan kebiasaan orang Nusantara yang disebut ‘otak atik gathuk’ atau mencocokkan sesuatu sebagai tanda pengingat.
“Atau ‘pangeling eling’ yang dikaitkan dengan aspek kehidupan hablum minannaas (manusia dengan segala ciptaan Tuhan) dan hablum minallah (manusia dengan Tuhan),” jelas Chef Wira pada Kompas.com, Kamis (21/5/2020).
“Itulah kenapa ‘otak atik gathuk’ selalu mendapat tempat tertinggi di masyarakat,” sambung dia.
Ketupat, kata Wira, pada awalnya bernama kupat yang merupakan singkatan dari laku papat yaitu cipta (pikiran), rasa, karsa (sikap), dan karya (perbuatan) atau segala tindakan yang berhubungan dengan kehidupan diri sebagai manusia.
Permintaan maaf
Sementara opor, berasal dari ajaran konsep kehidupan yaitu ‘apura-ingapura’ atau ‘ngapuro’ yang berarti maaf memaafkan.
“Sedangkan Lebaran diambil dari kata leburan, yaitu peleburan dosa-dosa kita. Itulah kenapa ketupat dan opor selalu disandingkan pada saat hari raya,” papar Chef Wira.
Ketupat dan opor konon telah dipasangkan bahkan pada masa pra-Islam.
Baca juga: Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021, Ada Perubahan Libur Hari Raya Idul Fitri
Ketupat dan opor dipasangkan karena maknanya meminta maaf atas segala kesalahan baik tindakan juga pikiran buruk atas sesuatu atau seseorang.
Menurut Chef Wira, opor sendiri merupakan bentuk asimilasi budaya orang-orang Nusantara.
Opor konon diadopsi dari Kerajaan Mughal di India.
Sajian tersebut bernama ‘qorma’ yang diambil dari bahasa Urdu yaitu teknik memasak daging dengan menggunakan yoghurt dan/atau susu.
Sementara di Nusantara, sajian qorma ini diasimilasi menjadi menggunakan santan.
Sajian ini mulai masuk ke Nusantara, menurut Chef Wira, sekitar abad ke-15 dan bisa ditemukan di daerah pesisir.
“Karena catatan abad ke-16 telah ramai saudagar-saudagar India yang berdagang di pesisir pantai,” pungkasnya.
Baca juga: Selain Opor, Ini Kuliner Khas Hari Raya Idul Fitri dari Berbagai Daerah di Indonesia
Baca juga: 5 Ide Hampers Lebaran Unik untuk Diberikan saat Hari Raya Idul Fitri
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul "Filosofi Indah di Balik Mengapa Ketupat dan Opor Ayam Selalu Dihidangkan Saat Idul Fitri".