TRIBUNTRAVEL.COM - Keramaian di waktu sahur pada bulan Ramadan di Indonesia sudah jadi sebuah tradisi yang lekat dengan bulan puasa.
Jika tiba waktu sahur, akan ada sekelompok orang yang akan berkeliling sambil memukul beduk untuk membangunkan sahur.
Namun, di masa pandemi, tradisi ini tak bisa dilakukan karena tidak diperbolehkan untuk membuat kerumunan.
Jika pun masih ada, tradisi tersebut tidak akan dilakukan dengan ramai orang.
Nah, ternyata tradisi semacam ini tak hanya ada di Indonesia, lho!
Tradisi membangunkan sahur di bulan Ramadan ini juga eksis di Arab Saudi.
Bedanya, kegiatan membangunkan sahur di Arab Saudi itu merupakan sebuah pekerjaan yang pelakunya dibayar.
Baca juga: 5 Tradisi Jelang Ramadan di Pulau Jawa, Mulai dari Nyorog di Betawi hingga Dandangan di Kudus

Nama tradisi itu adalah Musaharati, pekerjaan yang tugasnya berjalan sambil memukul gendang di pemukiman penduduk untuk membangunkan umat Muslim makan sahur.
Di Provinsi Syarqiyah, pekerjanya disebut dengan nama Abu Tabila.
Orang dewasa dan anak-anak sering mengintip dari jendela untuk menyaksikan Abu Tabila lewat dengan memukul genderangnya yang kecil sambil merapalkan doa.
Tak jarang, mereka ikut keluar untuk menemani Abu Tabila sekaligus memeriahkan momentum sahur secara bersama-sama.
Mengutip touregypt.net, anak-anak tersebut membantu Abu Tabila menabuh genderang dan berseru "Es ha ya nayem wahed el dayem. Karim Ramadan ha ya nayem wahed el razaq."
Seruang itu memiliki arti "Bangunlah, oh lebih cepat dan puji Allah. Selamat datang untukmu Ramadan, bulan pengampunan."
TONTON JUGA:
Abu Tabila memulai kegiatan ini tepat pukul 03.00 pagi dan menabuh drumnya sebanyak 3 kali setelah chantingnya.
Ia pergi dari rumahnya dan berjalan ke hampir setiap rumah di lingkungan tersebut.
Ketika ia mencapai setiap rumah, ia berdiri di depannya dan memanggil nama penghuninya.
Biasanya, karena tugasnya membangunkan orang, Abu Tabila membuat begitu banyak suara sehingga ia bisa didengar hingga beberapa blok ke segala arah.
Pekerjaan Musaharati sendiri merupakan salah satu tradisi Ramadan tertua di Al-Ahsa, dan setiap kota memiliki Abu Tabila-nya sendiri.
Abu Tabila akan menggeluti bisnisnya itu sampai akhir Ramadan.
Imbalannya berupa uang, hadiah, permen, dan doa untuk Idul Fitri dari masyarakat yang dibangungkan sahurnya.

Meskipun masyarakat Arab Saudi bisa saja menyetel alarm untuk membangunkan sahur, mereka tetap terus menjaga tradisinya itu.
Mengutip Kompas.com, Omar Al-Faridi, Direktur Komisi Pariwisata dan Warisan Nasional Saudi (SCTH) di Al-Ahsa, mengatakan bahwa Abu Tabila dikenal dengan pakaian tradisionalnya dan suaranya yang riuh.
Sementara itu, Mantan Direktur Museum Arkeologi dan Warisan Al-Ahsa, Walid Al-Hussein menganologikan ketukan drum Abu Tabila sebagai "unik dan indah," serta suara pembangkit semangat Ramadan yang sesungguhnya.
Baca juga: Ingin Makan Sayur Saat Sahur Tapi Tak Ingin Repot? Ini 5 Jenis Sayur yang Bisa Dimasak Tanpa Ribet
Baca juga: Rekomendasi 7 Menu Sahur ala Anak Kos yang Praktis, Enak dan Mengenyangkan Selama Bulan Ramadan
Baca juga: Es Selendang Mayang, Minuman Tradisional Khas Betawi yang Banyak Diburu saat Ramadan
Baca juga: Sotong Pangkong, Kuliner Khas Pontianak yang Jadi Favorit saat Bulan Ramadan
Baca juga: Ini Daftar Negara-negara dengan Durasi Puasa Ramadan Terlama hingga Terpendek, Bagaimana Indonesia?