TRIBUNTRAVEL.COM - Selandia Baru melaporkan kasus COVID-19 baru beberapa bulan setelah melakukan travel bubble dengan Australia.
Kasus COVID-19 baru ini diketahui setelah seorang turis Selandia Baru pulang berlibur dari Australia.
Dilaporkan Travel+Leisure, turis yang berusia 56 tahun itu kembali ke Selandia Baru pada 30 Desember 2020.
Saat itu, ia telah mengikuti karantina dua minggu dan dua kali tes COVID-19 dengan hasil negatif.
Namun pada Minggu (24/1/2021), wanita itu dipastikan tertular jenis virus baru yang baru-baru ini terdeteksi di Afrika Selatan.
Akibatnya, travel bubble Selandia Baru dengan Australia ditangguhkan selama 72 jam mulai Senin (25/1/2021).
Baca juga: Jadi Solusi Pariwisata Pasca Pandemi, Apa Itu Travel Bubble?

"Ini akan dilakukan atas dasar kehati-hatian yang banyak sementara lebih banyak yang dipelajari tentang peristiwa dan kasus tersebut," kata Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt, dikutip Travel+Leisure dari Reuters.
Semua wisatawan dari Selandia Baru yang telah tiba di Australia sejak 14 Januari diharuskan mengisolasi diri di rumah sampai mereka menerima hasil tes COVID-19 negatif.
Sementara itu, semua kedatangan dalam 72 jam ke depan akan diminta untuk segera melaksanakan karantina di hotel.
Pihak berwenang percaya bahwa wanita itu kemungkinan terinfeksi oleh orang yang kembali ke Selandia Baru dan tinggal di fasilitas karantina.
Mereka sedang menyelidiki apakah virus bisa menyebar melalui ventilasi gedung atau sistem pendingin udara.
Terkait penangguhan travel bubble, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan pada TVNZ bahwa ia memiliki kepercayaan pada sistem dan proses negaranya, tetapi itu adalah keputusan Australia tentang bagaimana mereka mengelola perbatasan mereka.

Selandia Baru merupakan salah satu negara yang paling berhasil menahan penyebaran COVID-19.
Ini adalah kasus pertama yang dilaporkan di negara itu sejak November 2020.
Secara total, Selandia Baru melaporkan 2.288 kasus virus corona yang dikonfirmasi dan 25 kematian, menurut Universitas Johns Hopkins.
Jenis virus COVID-19 baru diyakini sekitar 50 persen lebih menular.
Sejauh ini, setidaknya terdapat 20 negara yang melaporkan kasus COVID-19 baru ini.
Lalu, apa itu travel bubble?
Travel bubble atau travel corridor merupakan kerjasama antar dua negara atau lebih untuk saling mendatangkan turis.
Syaratnya dua atau lebih negara yang bekerjasama tersebut sudah sama-sama berhasil mengurangi jumlah kasus COVID-19.
Melansir dari Forbes, orang-orang dari dalam bubble atau gelembung tersebut kemudian dapat melakukan perjalanan dengan bebas dan menghindari persyaratan wajib karantina mandiri selama 14 hari.

Travel bubble dianggap sebagai solusi agar turis dapat melancong dengan melintasi perbatasan tanpa adanya birokrasi yang rumit terkait protokol kesehatan.
Selain Australia dan Selandia Baru, Indonesia juga sempat mencanangkan rencana travel bubble dengan empat negara.
“Kami merancang travel bubble untuk empat negara yaitu China, Korea Selatan, Jepang, dan Australia,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu, dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/6/2020), dikutip dari Kompas.com.
Pembukaan travel bubble dengan empat negara tersebut berhubungan dengan investasi di Indonesia.
Odo menuturkan, China, Korea Selatan, Jepang, dan Australia dipilih guna mendukung keberlanjutan investasi keempat negara tersebut di Indonesia.
Kendati demikian, travel bubble belum terlaksana mengingat kasus COVID-19 di Indonesia yang hingga saat ini semakin meningkat.
Baca juga: Travel Bubble, Solusi Pariwisata Pasca Pandemi untuk Bangkitkan Dunia Penerbangan
Baca juga: Indonesia Berencana Akan Buka Travel Bubble dengan 4 Negara, Mana Saja?
Baca juga: Kenapa Negara-negara ASEAN Tidak Masuk Travel Bubble Indonesia?
Baca juga: Selandia Baru dan Australia Akan Luncurkan Travel Bubble Awal Tahun 2021
Baca juga: Ada Varian Baru COVID-19, Rencana Travel Bubble Bandara Ngurah Rai Bali dan Incheon Korsel Ditunda
(TribunTravel.com/Sinta Agustina)