Breaking News:

Travel Bubble, Solusi Pariwisata Pasca Pandemi untuk Bangkitkan Dunia Penerbangan

Travel bubble juga diyakini dapat membangkitkan kembali gairah dunia penerbangan yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19.

qantas.com
Maskapai penerbangan Qantas. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Australia dan Selandia Baru berencana melakukan travel bubble yang memungkinkan turis dari dua negara tersebut saling mengunjungi tanpa adanya protokol kesehatan yang begitu ketat.

Disebut dengan trans-Tasman travel bubble, wisatawan dari Australia dan Selandia Baru bisa berlibur ke Australia atau sebaliknya tanpa karantina wajib selama 14 hari.

Jika kerjasama kedua negara ini berhasil, nantinya akan bekerjasama dengan banyak negara yang memiliki jumlah kasus Covid-19 rendah.

Dengan cara ini, Australia dan Selandia Baru dapat meningkatkan kunjungan wisatawan.

Jadi Solusi Pariwisata Pasca Pandemi, Apa Itu Travel Bubble?

Tak cuma itu, travel bubble juga diyakini dapat membangkitkan kembali gairah dunia penerbangan yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19.

Qantas QF9 terbang non stop dari Perth, Australia ke Londong, Inggris.
Qantas QF9 terbang non stop dari Perth, Australia ke Londong, Inggris. (Dok. Qantas)

Qantas, maskapai terbesar di Australia, ingin mulai menerapkan travel bubble begitu penerbangan domestik di seluruh Australia dibuka kembali.

"Mudah-mudahan ini (travel bubble) dapat ditetapkan sebagai contoh untuk membuka sebagian jaringan internasional ketika berbagai negara memiliki kendali pada Covid-19," ujar chief executive Qantas Alan Joyce, seperti dikutip TribunTravel dari BBC.

Joyce melanjutkan, Selandia Baru merupakan sumber wisatawan terbesar kedua yang menuju ke Australia, sedangkan Australia adalah sumber wisatawan terbesar untuk Selandia Baru.

Dia mengatakan, travel bubble akan memberi sebuah tujuan liburan bagi orang-orang Australia, di mana mereka merasa nyaman untuk terbang ke sana.

Joyce pun berharap, travel bubble dapat diperluas ke lebih banyak negara jika berhasil.

2 dari 2 halaman

Sementara itu, Chris Roberts, chief executive Tourism Industry Aotearoa, sebuah dewan turis di Selandia Baru mengatakan, travel bubble membutuhkan perlindungan kesehatan dan penggunaan teknologi terbaik.

Ilustrasi travel bubble
Ilustrasi travel bubble (foreignpolicy.com)

"Jika Selandia Baru dan Australia dapat menunjukkan ini bisa berhasil, maka kemungkinan akan diadopsi di tempat lain. Mungkin 12-18 bulan sebelum kita kembali membuka perbatasan," kata Roberts pada BBC.

Roberts berharap travel bubble dapat mencakup negara-negara di Pasifik karena mereka sangat bergantung pada pariwisata.

Setelah Australia, Selandia Baru rencananya juga akan melakukan travel bubble dengan sejumlah negara.

Di antaranya Taiwan, Hong Kong, China, dan Korea Selatan, yang dianggap berhasil dalam melawan Covid-19.

Dengan rencana ini, dunia penerbangan akan kembali pulih secara perlahan seiring dengan adanya travel bubble di sejumlah negara.

Mau Naik Garuda Indonesia? Ini Daftar Dokumen yang Harus Disiapkan Calon Penumpang

PSBB Transisi Jakarta, Pusat Perbelanjaan Boleh Beroperasi Kembali Mulai 15 Juni 2020

5 Perubahan yang Mungkin Terjadi pada Hotel di Masa Depan Setelah Pandemi Covid-19

Sebelum Pesan Penginapan untuk Staycation, Ketahui Dulu Protokol New Normal di Hotel

(TribunTravel.com/Sinta Agustina)

Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
penerbanganAustralia Yeti Airlines Fomepizole HBF Park Anthony Albanese
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved