Nama Traveler: Siti Nur Azizah
Instagram: azizah_inst
Blog: travelosofi.blogspot.com
TRIBUNTRAVEL.COM - Mengunjungi tempat-tempat eksotis dan belum terjamah oleh banyak orang tentu menjadi satu keinginan para traveler.
Namun apa jadinya, bila tempat-tempat tersebut belum selain eksotis namun berbahaya karena dikenal dengan tingkat kriminalitasnya yang cukup tinggi.
Seorang traveler asal Bogor, Siti Nur Azizah yang biasa disapa dengan panggilan Azzy ini bercerita tentang perjalanannya bersama temannya, Shinta traveling ke Lampung, sebuah daerah yang terkenal dengan begal dan kejahatan jalannya.
Usai resign dari pekerjaannya dan masih ada waktu seminggu untuk kembali bekerja di tempat barunya, Azzy memutuskan untuk pergi traveling.

• Demi Ichiban Sushi, Anak Muda Lampung Rela Pergi ke Luar Kota
Awalnya Azzy merencanakan akan berkunjung ke Banyuwangi atau Belitung, namun tiba-tiba dia mengubah tujuan travelingnya ke Lampung karena beberapa alasan, (1) Azzy belum pernah keluar Pulau Jawa, (2) lokasi Lampung cukup dekat bila ditempuh dari Bogor.
Dengan seorang teman lainnya, Azzy dan Shinta nekat untuk traveling berdua ke tempat yang belum pernah mereka datangi sebelumnya yang juga dikenal dengan keganasan begalnya, Lampung.
Perjalanan diawali dari Terminal Baranangsiang, Bogor menuju Pelabuhan Merak, Banten dengan menggunakan Bus Arimbi dengan cukup membayar Rp 45 ribu per orangnya.
Menempuh perjalanan selama 3 jam, Azzy dan Shinta sampai di Pelabuhan Merak sekitar pukul 15.30 WIB dan langsung memesan kapal feri yang berangkat pada sore hari untuk bisa menikmati momen sunset yang eksotis di lautan.
Kapal feri tujuan Merak-Bakauheni, Lampung menyebrang setiap satu jam sekali, jadi tidak perlu kuatir akan kehabisan tiket atau ketinggalan kapal
Usai membeli tiket kapal feri seharga Rp 15 ribu, mereka pun bergegas naik kapal untuk menuju Pelabuhan Bakeuheni.
Selama di kapal mereka menghabiskan waktu untuk berfoto ria dan mengobrol sembari memandangi lautan luas yang istimewa.
Perjalanan menggunakan kapal feri menghabiskan waktu sekitar 2 jam dan mereka sampai di Pelabuhan Bakeuheni, Lampung. Mereka pun disambut dengan puluhan tukang ojek dan travel yang bergerombol di luar menawarkan layanan mereka.
Namun Azzy mencari persewaan motor, karena perjalanan traveling kali ini supaya lebih praktis memang lebih baik bila menggunakan motor sewaan, bukan menaiki kendaraan umum.
Namun karena Lampung dikenal sebagai daerah rawan begal, maka menemukan persewaan motor tidak mudah, kamu harus booking jauh-jauh hari atau tidak bisa mendapatkan sewa motor.
Awalnya Azzy menemukan satu tukang ojek yang hendak menyewakan motornya, namun ternyata tarif yang dipasang oleh tukang ojek tersebut sangat tinggi, ditambah pajak kendaraan yang mati dan kondisi motor yang tidak terlalu meyakinkan.
Tidak menemukan motor yang disewakan, maka Azzy dan Shinta nekat untuk naik bis ke Terminal Rajabasa, Bandar Lampung dengan waktu tempuh 3 jam, mereka sampai di Rajabasa nyaris lewatkan malam.
Long story short, dengan drama yang cukup pelik mereka menemukan tukang ojek yang mau menyewakan motornya dengan tarif Rp 100 ribu per hari dengan biaya tambahan sewa helm 20 ribu.
Para tukang ojek itu pun penasaran kemana tujuan traveling mereka.
"Dek, memang mau kemana?" tanya tukang ojek tersebut.
"Pertama sih kita pengen ke Taman Nasional Way Kambas pak" jawab mereka.
"“Way Kambas? Lampung Timur itu. Saya vuma mau kasih tau dek, hati-hati aja. Kami aja ojek sini belum tentu berani ngantar penumpang ke sana. Ngeri” jawabnya.
Tanpa terlalu menghiraukan ucapan tukang ojek tersebut, Azzy dan Shinta memulai perjalanan ke Way Kambas keesokan harinya.
DESTINASI PERTAMA, WAY KAMBAS
Lampung dikenal dengan Taman Nasional Way Kambas dengan atraksi gajahnya, akhirnya destinasi pertama diputuskan untuk mengunjungi Taman Nasional Way Kambas.
Untuk menuju Taman Nasional Way Kambas, mereka harus menuju pusat Kota Lampung terlebih dulu dan dilanjutkan menuju Lampung Timur dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.
Lampung Timur memiliki jalan raya yang lebar dan sering dilalui kendaraan-kendaraan besar serta di kanan-kirinya terdapat banyak rumah tak berpagar dengan model-model yang hampir serupa.
Usai 3 jam perjalanan, mereka sampai di Gapura Selamat Datang Taman Nasional Way Kambas, dan perjalanan untuk melihat gajah masih sekitar 9 kilometer masuk ke dalam hutan yang banyak monyet liarnya.
Tak disangka, saat hendak masuk ke area Taman Nasional Way Kambas, mereka bertemu dengan Pak Sodikin, seorang pawang gajah, dan akhirnya mereka pergi bersama-sama.
Tidak hanya itu, sesampainya di area gajah, mereka ditawari untuk naik gajah yang diasuh oleh Pak Sodikin.
Bila pada umumnya naik gajah di Taman Nasional Way Kambas harus mengeluarkan biaya tambahan, kali ini Azzy dan Shinta bisa naik gajah tanpa harus mengeluarkan biaya sama sekali.
Ada dua gajah asuhan Pak Sodikin yang diberinama Yeti dan Pangeran, akhirnya Azzy naik Yeti dan Shinta naik Pangeran.
Mereka menikmati pengalaman serunya naik gajah dengan menyusuri rawa-rawa dan area sekitar.
Puas menaiki gajah dan mengambil banyak foto di Taman Way Kambas, perjalananpun dilanjutkan ke Pulau Mahitam, sebuah harta karun di Pulau Sumatera.
DESTINASI KEDUA, PULAU MAHITAM
Pulau Mahitam dikenal dengan dengan "Jalan Nabi Musa"nya yang kadang timbul dan tenggelam pengaruh dari pasang-surut air laut.
Tidak hanya itu, pesona yang ditawarkan oleh Pulau Mahitam juga tak kalah menawan, hamparan pantai pasir putih yang belum terjamah menjadi bagian yang menakjubkan.
Pulau Mahitam berada di Daerah Pesawaran, sekitar 3 jam dari Lampung.
Pesawaran juga dikenal sebagai tempat menyebrang untuk traveler yang ingin pergi ke Pahawang.
Azzy dan Shinta sampai di Pesawaran sebelum magrib namun hari sudah mulai gelap.
Merkea menyusuri kampung menuju jalan setapak menuju Pulau Mahitam.
• Air Terjun Tundo Telu, Tempat Terbaik untuk Mencari Ketenangan di Lampung
Ketika memasuki daerah yang sepi, ternyata ada dua orang laki-laki yang bertubuh besar mengikuti mereka. Mereka pun mulai berpikiran negatif kalau dua orang laki-laki tersebut adalah begal.
Beruntung mereka adalah Kepala Dusun setempat yang sedang berjaga-jaga yang awalnya curiga dengan keberadaan dua orang asing di dusunnya.
Setelah berbincang sebentar, Kepala Dusun tersebut memberitahu bila pada saat-saat ini Pulau Mahitam tidak bisa dilalui karena air sedang pasang, sehingga harus menggunakan perahu.
Akhirnya, Bapak Kepala Dusun tersebut menawarkan sebuah penginapan di salah seorang sahabatnya dengan tarif seiklasnya, dan perjalanan ke Pulau Mahitam dilanjutkan keesokan harinya.
Kesesokan harinya
Pukul 9 pagi, Azzy dan Shinta langsung bergegas untuk menuju Pantai Pesawaran dan dilanjutkan ke Pulau Mahitam yang letaknya memang tidak jauh.
Bila air laut sedang pasang, maka harus menggunakan perahu, sedangkan ketika air laut sedang surut, seakan-akan laut sedang terbelah seperti pada cerita Nabi Musa.
Sembari menunggu air laut surut, mereka menikmati Pantai Pesawaran yang masih perawan yang berbeda dengan pantai-pantai yang dikunjungi oleh banyak wisatawan.
Biasanya air laut akan surut sekitar pukul 12 siang.
Dan benar, ketika air laut surut, gundukan pasir yang membentuk jalan menuju Pulau Mahitam pun terlihat. Dipadukan dengan hutan mangrove dan pasir putih, Pulau Mahitam mulai menunjukkan pesonanya.
Tanpa berpikir panjang, Azzy dan Shinta pun menyusuri jalanan pasir alami yang hilang bila air laut sedang pasang menuju Pulau Mahitam.
Pulau yang asri, langit dan samudera biru, pantai pasir putih, hutan bakau, pohon kelapa menjadi kombinasi perpaduan istimewa untuk dinikmati.
Pukul 16.00 WIB mereka kembali ke penginapan untuk beristirahat, untuk menghindari air laut pasang dan jalanan tersebut hilang.
Akhirnya perjalanan terakhir akan dilanjutkan keesokan harinya.
DESTINASI KETIGA, PANTAI GIGI HIU
Pesona Pantai Gigi Hiu memang tidak bisa diingkari lagi, melihat foto Pantai Gigi Hiu di internet saja sudah bisa membuat kita berdecak kagum, terlebih bila melihatnya dengan mata sendiri.
Itulah yang menjadi satu alasan duo traveler perempuan ini menjadikan Pantai Gigi Hiu menjadi last list destination traveling mereka pada kali ini.
Pantai Gigi Hiu dikenal juga dengan sebutan Pantai Pegadungan atau Pantai Batu Layar yang terletak di Kelumbayan, Tenggamus, Lampung.
Perjalanan awal dari Pesawaran menuju Pantai Gigi Hiu disuguhkan dengan pemandangan pantai luar biasa.

Namun usai 2,5 jam berkendara, jalan terbagi menjadi dua yakni sebelah kiri yang terlihat mulus menuju Teluk Kiluan dan sebelah kanan yang menanjak dan tampak terjal menuju Pantai Gigi Hiu.
Di pertigaan tersebut, mereka bertanya kepada warga sekitar waktu tempuh untuk mencapai Pantai Gigi Hiu, salah seorang penduduk menjawab hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam.
Namun ternyata, waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar sampai di Pantai Gigi Hiu adalah 2,5 jam. Jadi total waktu tempuh yang harus dijalani untuk menuju Pantai Gigi Hiu adalah 5 jam.
Di tengah perjalanan menyusuri jalanan yang terjal dan menanjak tersebut, motor mereka mulai mengeluarkan asap tebal dan bau yang cukup menyengat, cukup berbahaya bila harus mogok di situasi seperti ini.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berisitirahat.
Ketika sedang beristirahat, ada 3 remaja setengah dewasa yang juga hendak pergi ke Pantai Gigi Hiu.
Akhirnya diputuskan mereka pergi bersama-sama.
Tak lama setelah itu, datang juga pengendara lainnya yang pada akhirnya diketahui dia adalah Pak Joni seorang petugas dari pemerintah yang sedang mensurvei potensi wisata di Pantai Gigi Hiu.
Akhirnya mereka pergi ke Pantai Gigi Hiu berenam.
Sesampainya di Pantai Gigi Hiu, mereka disuguhkan dengan pemandangan pantai yang berbeda.
Bila pada umumnya pantai identik dengan pasir putih dan ombak tenang, di sini malah sebaliknya.
Pantai Gigi Hiu menawarkan pesona karang-karang yang tajam, dengan ombak yang berdebur kencang, namun suasana yang disuguhkan tak kalah menyenangkan.
"Di sekitar pantai gigi hiu ada sebuah makam seorang wanita yang dulu mayatnya ditemukan terdampar di sekitar pantai" tiba-tiba Pak Joni bercerita hal yang cukup membuat Azzy dan Shinta kaget.
"Kalau mau naik tebing karang di sana, hati-hati ya, soalnya kemarin ada yang selfie tidak diperhitungkan akhirnya jatuh, keseret ombak dan meninggal" tambah Pak Joni yang membuat suasana menjadi semakin mencengkam.
Kemudian Pak Joni memberi nasihat, bila memang akan berfoto di satu spot di sana harus hati-hati dan tunggu air laut surut terlebih dahulu.
• Menelusuri Keindahan Pantai Gigi Hiu di Lampung yang Terkenal dengan Gugusan Karang Tajamnya
Sembari menunggu air laut surut, mereka pun menikmati pesona Pantai Gigi Hiu seperti layaknya orkestra dengan ombak yang menghajar karang sebagai musiknya.
Laut mulai surut, dan mereka mulai menuju spot foto Instagramable yang ditentukan dengan berhati-hati.
Setengah jam puas berfoto dan menikmati pesona Pantai Gigi Hiu, mereka pun pulang, karena perjalanan pulang masih panjang.
Azzy dan Shinta masih harus kembali ke Terminal Rajabasa mengembalikan motor sewaan mereka, dilanjutkan ke Pelabuhan Bakauheni menyebrang ke Merak, dan kembali ke Bogor.
Dari perjalanan tersebut, Azzy mengungkapkan mendapatkan banyak pelajaran yang luar biasa, satu yang paling dia ingat dituliskannya menjadi sebuah caption pendek.
"Kemanpun kita pergi, Tuhan memeluk kita di mana-mana" ujarnya kepada TribunTravel dengan penuh percaya diri.
• Rangkaian Lampung Krakatau Festival 2019, Pameran Hingga Parade Budaya yang Meriah
Ayo kirim dan berbagi cerita liburan kamu untuk diterbitkan di laman TribunTravel.com. Simak cara mudahnya di sini.
(TribunTravel.com/GigihPrayitno)