Breaking News:

Intip Keunikan Kampung Adat Cireundeun Kota Cimahi, Ada Tradisi Tidak Makan Nasi Sejak Tahun 1918

Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan.

instagram/masmusdjeprat
Penduduk Kampung Adat Cireundeu 

TRIBUNTRAVEL.COM - Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi, Jawa Barat.

Kampung Adat Cireundeu ini memiliki luas sekitar 64 hektar yang terdiri dari 60 hektar untuk pertanian dan 4 hektar untuk pemukiman.

Nama Cireudeu berasal dari nama 'pohon reundeu', pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal yang dahulu banyak ditemukan di kampung ini.

Pesawat Garuda Indonesia Dikabarkan Mendarat Darurat di Sri Lanka

35 Istilah Penerbangan yang Harus Kamu Ketahui Sebelum Naik Pesawat

Dan sebagian besar penduduk Kampung Adat Cireundeu memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini, mereka juga selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat yang telah turun-temurun dari nenek moyang.

Tonton juga: 

Maka tak heran jika pemerintah menetapkan Kampung Adat Cireundeu sebagai kampung adat yang sejajar dengan Kampung Naga (Tasikmalaya), Kaepuhan Cipta Gelar (Banten, Kidul, Sukabumi), Kampung Dukuh (Garut), Kampung Urug (Bogor), Kampung Mahmud (Bandung), dan kampung adat lainnya.

Selain itu Kampung adat Cireundeu juga sudah resmi menjadi Desa Wisata Ketahanan Pangan yang sangat unik.

Disaat masyarakat Indonesia pada umumnya makan nasi dan menjadikan nasi makanan pokok, maka berbeda dengan masyarakat Cireundeu yang  justru sangat pantang mengonsumsi olahan nasi serta apapun kekayaan kuliner yang diolah berbahan dasar beras.

Tradisi tidak menjadikan nasi sebagai makanan pokok sudah dijalankan sejak 101 tahun yang lalu.

Tepatnya tahun 1918 di mana saat itu kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya sangat miskin karena penjajahan bangsa Belanda.

2 dari 4 halaman

Belanda tidak hanya menjajah kemerdekaan tetapi juga menjajah perut masyarakat.

Hasil panen masyarakat khususnya beras diangkut semua tidak bersisa.

Masyarakat hanya bisa gigit jari dan mengganjal perut dengan kekayaan alam sisa yang masih bisa dimakan.

Dipimpin sesepuh Aki Ali, gerakan tidak mengonsumsi nasi disepakati oleh seluruh masyarakat kampung enam tahun kemudian atau tahun 1924 hingga saat ini.

Tidak makan nasi dan olahan turunan dari beras lainnya mereka ganti dengan olahan singkong sebagai makanan pokok.

Sebab itu masyarakat kampung adat Cireundeu terkenal dengan kepiawaiannya dalam mengolah beras yang terbuat dari singkong yang disebut dengan 'rasi'.

Untuk mendapatkan rasi yang berkualitas, masyarakat Cireundeu memiliki singkong unggulan jenis Garnawis dan Karihkil yang masa tanam hingga masa panen memerlukan waktu sekitar satu tahun.

Kalau ada masyarakat Cirendeu yang sengaja ataupun tidak sengaja mengonsumsi nasi, akan ada sanksi sosial terhadap yang bersangkutan sebagai masyarakat yang tidak patuh terhadap adat istiadat.

Kalau ada masyarakat yang merantau ke luar Cirendeu dan tidak bisa mengelak dari makan nasi maka sesepuh akan mengadakan upacara adat untuk menetralisirnya.

Selain itu, masyarakat di Kampung adat Cireundeu juga memiliki konsep turun temurun dari leluhurnya yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya.

3 dari 4 halaman

2. Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru.

Luasnya mencapai 2 hingga 3 hektar.

3. Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu.

Biasanya ditanami jagung, kacang tanah, singkong, dan umbi-umbian.

Di sisi lain, masyarakat Kampung Cireundeu mempunyai dua pantangan yakni Jangan memakan keringat orang lain, ini berarti kita tidak boleh memakan hak orang lain seperti merampas, merampok, mencuri atau menyakiti orang lain.

Dan Tidak boleh memaksa orang lain untuk menganut aliran kepercayaan yang mereka peluk.

Selain pantangan, ada beberapa hal yang harus dilakukan masyarakat Kampung adat Cireundeu di antaranya Saur kudu dibubut (bercerita atau berbicara harus hati-hati dan harus pada tempat yang sesuai), Basa kedah dihampelas (berbicara dengan baik dan sopan), gotong-royong, serta toleransi agama.

Bagi kamu yang penasaran dengan keunikan kampung ini dan ingin ke sana bisa menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam dari Alun-alun Kota Cimahi atau sekitar dua jam jika dari Alun-alun Bandung.

Untuk sampai di kampung ini kamu bisa naik angkutan umum jurusan Cimahi-Leuwi Panjang atau Cimahi-Stasiun Hall, kemudian turun di bawah jembatan Cimindi atau pertigaan Cibeureum.

Kemudian lanjut dengan naik angkutan warna hijau-kuning dengan jurusan Cimindi-Cipatik turun di bunderan Leuwigajah.

4 dari 4 halaman

Lalu naik angkutan berwarna biru langit dengan jurusan Cimahi-Leuwigajah-Cangkorah turun di pertigaan ke arah Cireundeu.

Terakhir, naik ojek hingga pintu gerbang Kampung Adat Cireundeu.

Tak Ditemani Istri, Intip 7 Potret Kocak Perjalanan Traveling Raditya Dika di Prancis

Ini Cara Ampuh Atasi Jetlag Setelah Perjalanan Panjang, Banyak Istirahat hingga Makan yang Cukup

Dibalik Mewahnya Kapal Pesiar, Ternyata Ada Sebuah Ruangan Khusus untuk Simpan Mayat

Wisata Kopi Kampung Lego, Tawarkan Cara Baru Menikmati Kopi Asli Banyuwangi

Sambut Musim Haji 2019, Garuda Indonesia Siapkan Penerbangan 14 Pesawat Berbadan Lebar

5 Tips Memilih Cincin Pernikahan, Sesuaikan Desain Cincin dengan Kepribadianmu

9 Julukan Kota Banyuwangi, Mulai dari Kota Pisang hingga Kota Kopi

(TribunTravel.com/ Ratna Widyawati)

Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
Jawa BaratCimahiLeuwigajahKampung Adat Cireundeu Beskap Farhana Nariswari Pondok Zidane
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved