Breaking News:

Pendakian Asmujiono - Jadi Orang Indonesia Pertama yang Sampai di Gunung Everest, Ini yang Dilakukan

Asmujiono dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil mendaki gunung tertinggi di dunia, Everest dengan ketinggian 8550 Mdpl.

Editor: Sri Juliati
Surya/Sany Eka Putri
Serka (Purn) Asmujiono membagi kisah pengalaman mendaki di Gunung Everest pada 26 April 1997. 

Laporan Wartawan Surya, Sany Eka Putri

TRIBUNTRAVEL.COM - Serka (Purn) Asmujiono tak sekadar pensiunan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Pria asal Kota Malang, Jawa Timur itu dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil mendaki gunung tertinggi di dunia, Everest dengan ketinggian 8550 Mdpl.

Bercelana loreng-loreng dan berkacamata hitam, Serka (Purn) Asmujiono memberikan secuil pengalamannya saat menggapai gunung tertinggi.

Saat itu, ia mendaki bersama Tim Kopassus.

Dari dua kawannya, yakni Misirin dan Iwan Setiawan, hanya Asmujiono yang berhasil mencapai puncak.

Baginya, mendaki harus sesuai pribadi masing-masing.

Bagaimana perjalanan mendaki itu bisa berjalan nyaman dan aman, yang bisa menentukan adalah setiap pendaki.

Mulai dari perlengkapan, mental, serta fisik, semua harus disiapkan jauh-jauh hari.

Ketika ia mendaki Gunung Everest pada 26 April 1997, Asmujiono dikejutkan dengan berbagai macam hal.

2 dari 3 halaman

Seperti saat ia terjatuh di atas mayat yang ternyata seorang pendaki yang tewas saat perjalanan.

Belum lagi, ia sama sekali tak memakai oksigen saat melakukan pendakian setelah tiba di pos Emergency Camp.

"Seharusnya di Emergency Camp, banyak peralatan untuk melanjutkan ke puncak, misalnya tali, oksigen. Namun, itu sama sekali tidak ada," kata dia.

Akhirnya, ia dan tim tetap melanjutkan perjalanan menuju puncak dengan perlengkapan yang telah dibawa dari pos sebelumnya.

Ketika melanjutkan perjalanan menuju pendakian, ia berada di waktu yang seharusnya tidak melakukan pendakian.

Atau tak lazim melakukan pendakian karena kondisi cuaca.

Berbekal niat dan doa yang terus dipanjatkan, Asmujiono tetap menuju puncak.

Begitu sampai di puncak Gunung Everest, Nepal yang pertama kali dia lakukan adalah membuat pengamanan.

"Saya langsung membuat pengamanan dari tali. Karena memakai sarung tangan sulit menggerakkan jari-jari akhirnya saya lepas sarung tangan, begitu juga masker saya," ujar dia.

Setelah selesai membuat pengamanan, ia mencari bendera Indonesia dan topi baret.

3 dari 3 halaman

Tak lama kemudian, ada badai yang datang dari arah China.

"Untung saya sudah buat pengamanan. Kalau tidak sudah diterjang badai ke arah China," kata dia.

Sayang, topi baret yang ia kenakan saat itu harus hilang karena badai.

Pria kelahiran 1 September ini tak bisa melupakan pengalamannya saat berada di peuncak tertinggi di dunia.

Meski sudah pensiun dari keanggotaan Kopassus, ia mengatakan, apabila ada yang mengajaknya untuk mendaki, ia tidak akan menolak.

Asmujiono juga dengan terbuka dengan kawan-kawan pendaki untuk sharing pengalaman seputar pendakian.

Ia juga berpesan kepada para pendaki, jangan coba-coba menaklukkan alam semesta.

Menurutnya, yang perlu ditaklukkkan adalah ketakutan yang ada pada diri sendiri.

"Sebelum berangkat saya sudah dapat hadiah rumah, tapi ukurannya hanya 1x1,2 meter. Ya itu kuburan saya," kata dia.

Bagi Asmujiono, mengunjungi Everest layaknya mendatanagi makam terbesar di dunia sebab banyak sekali pendaki yang tidak kuat dan harus meninggal di sana.

Selanjutnya
Sumber:
Tags:
AsmujionoGunung EverestIndonesiaMalangKopassus
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved