TRIBUNTRAVEL.COM - Kisah mengejutkan datang dari Italia, tepatnya di kawasan arkeologi Pompeii, satu situs peninggalan Romawi paling terkenal di dunia.
Seorang turis asal Skotlandia berusia 51 tahun tertangkap basah mencoba membawa pulang pecahan batu kuno dari situs bersejarah tersebut.
Baca juga: Kolam Sementara di Air Mancur Trevi Roma Italia Banjir Kritik, Apa yang Salah?

Baca juga: 5 Restoran Italia di Jakarta yang Hits, dari Massilia Cucina Italiana hingga Oma Elly Trattoria
Aksinya bukan hanya melanggar hukum Italia, tetapi juga memicu kekhawatiran soal legenda kutukan Pompeii yang sudah lama dipercaya masyarakat.
Peristiwa ini kembali mengingatkan dunia bahwa situs warisan budaya tidak boleh disentuh, apalagi dirusak atau dicuri.
Baca juga: 9 Monumen Terbaik di Italia yang Wajib Dikunjungi Para Pencinta Seni dan Sejarah
Baca juga: Kenapa Orang Italia Tidak Pernah Menyajikan Pizza Dalam Bentuk Irisan?
Pompeii sendiri setiap tahunnya menerima sekitar 2,5 juta pengunjung, dengan rata-rata 20 ribu orang datang setiap hari.
Dengan jumlah wisatawan sebanyak itu, pelanggaran memang kerap terjadi, mulai dari vandalisme, coretan di dinding kuno, hingga pencurian artefak.
Namun, kasus turis Skotlandia ini langsung menarik perhatian internasional karena ia tidak hanya berurusan dengan hukum, melainkan juga dipercaya "nyaris terkena kutukan" yang melekat pada kota kuno tersebut.
Banyak wisatawan sebelumnya yang mengaku mengalami kesialan setelah membawa pulang benda dari Pompeii.
Bahkan, sebagian dari mereka akhirnya mengirimkan kembali barang curian disertai surat penyesalan.
Baca juga: Begini Cara Turis Indonesia Tangkap Copet di Italia, Pepet Tubuh Pelaku di Depan Toko Baju
Kronologi Penangkapan
Dilansir dari thetravel, turis pria berusia 51 tahun itu diketahui kedapatan menyimpan enam pecahan dari situs Pompeii di dalam tas ranselnya.
Benda tersebut terdiri dari lima batu dan satu potongan bata kuno.
Kejadian ini terungkap berkat kejelian seorang pemandu wisata yang melihat sang turis mengambil potongan batu saat tur malam di sekitar kawasan Villa dei Misteri.
Pemandu itu kemudian melapor kepada pihak berwenang.
Saat diperiksa oleh polisi Carabinieri di dekat stasiun EAV, turis tersebut berusaha berdalih bahwa dirinya tidak tahu kalau mengambil benda dari Pompeii dilarang.
Namun, pihak kepolisian menegaskan bahwa alasannya tidak bisa diterima.
Barang bukti segera diamankan dan dikembalikan ke pihak pengelola Taman Arkeologi Pompeii.
Direktur Taman Arkeologi Pompeii, Gabriel Zuchtriegel, memuji kerja sama antara pemandu wisata, petugas keamanan, serta polisi yang berhasil menggagalkan upaya pencurian ini.
Menurutnya, kasus ini menjadi bukti pentingnya kewaspadaan bersama untuk melindungi warisan budaya dunia.

Ancaman Hukuman Berat
Menurut hukum Italia, pencurian dari situs arkeologi merupakan pelanggaran serius.
Turis Skotlandia tersebut dilaporkan atas tuduhan pencurian dengan pemberatan.
Jika terbukti bersalah di pengadilan, ia dapat dijatuhi hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal 1.500 euro atau sekitar Rp 25 juta.
Kasus ini menambah panjang daftar wisatawan yang mencoba mencuri artefak dari Pompeii.
Otoritas Italia menegaskan mereka tidak akan pernah memberi toleransi terhadap tindakan tersebut.
Selain merusak situs sejarah, aksi ini juga mengancam keberlangsungan penelitian arkeologi yang masih berlangsung di Pompeii hingga kini.
Kutukan Pompeii, Mitos atau Fakta?
Selain ancaman hukum, kasus ini kembali memunculkan cerita lama soal kutukan Pompeii.
Dalam tradisi setempat, siapa pun yang mencuri benda dari situs ini diyakini akan mengalami kesialan besar.
Cerita tentang kutukan ini bukan sekadar legenda, sebab sudah ada banyak kesaksian nyata dari turis yang menyesal setelah mencuri.
Pada tahun 2011, seorang turis asal Amerika mengaku hidupnya hancur setelah membawa pulang dua batu dari Pompeii.
Ia terserang kanker stadium tiga dan rumah tangganya berantakan.
Beberapa tahun kemudian, pada 2015, seorang turis asal Inggris mengembalikan pecahan artefak yang diambil orang tuanya, karena merasa keluarganya terus mengalami tragedi.
Kisah lain datang dari seorang wanita Kanada bernama Nicole.
Pada 2020, ia mengembalikan artefak yang dicurinya pada 2005, berupa pecahan keramik, ubin mosaik, dan potongan amphora.
Dalam suratnya, Nicole menulis bahwa sejak membawa benda itu, keluarganya selalu dilanda kesialan, mulai dari masalah keuangan hingga penyakit kanker.
Artefak Dikembalikan ke Museum
Karena banyaknya barang curian yang dikembalikan bersama surat penyesalan, pengelola Pompeii bahkan membuat museum khusus untuk menyimpan benda-benda tersebut.
Di dalamnya, pengunjung bisa membaca surat-surat penuh rasa bersalah dari para pencuri yang akhirnya memilih mengembalikan barang curiannya.
Apakah kutukan itu nyata atau hanya sugesti?
Para ilmuwan menyebutnya sebagai kebetulan, namun masyarakat setempat percaya bahwa roh para korban letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 M masih menjaga kota tersebut.
Pelajaran dari Kasus Pompeii
Kasus turis Skotlandia ini menjadi pengingat penting bahwa situs sejarah bukanlah tempat untuk mengambil suvenir.
Artefak kuno adalah warisan dunia yang harus dijaga, bukan dibawa pulang.
Selain menghadapi risiko hukum berat, ada pula keyakinan bahwa keserakahan akan membawa kutukan.
Bagi wisatawan, menghormati aturan di setiap situs bersejarah bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap peradaban yang sudah berusia ribuan tahun.
Pompeii, dengan segala keindahan dan kisah tragisnya, pantas dijaga agar tetap utuh untuk generasi mendatang.
Ambar/TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.