TRIBUNTRAVEL.COM - Sebuah jangkar tua yang diyakini peninggalan bangsa Portugis dari abad ke-16 ditemukan di pesisir Kelurahan Manado Tua Dua, Kecamatan Bunaken Kepulauan, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut).
Menurut keterangan warga, jangkar tersebut telah lama berada di dasar laut sebelum akhirnya berhasil ditarik ke pesisir pantai.
Baca juga: Itinerary Wisata Kuliner Manado Seharian, Budget Rp 600 Ribuan untuk 2 Orang
Baca juga: Pulau Siladen di Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara, Surga Tropis untuk Healing
Keberadaannya selama ini belum banyak diketahui publik, namun disebut memiliki nilai sejarah tinggi yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata sejarah unggulan.
Temuan ini mencuat saat Anggota DPRD Manado, Ferdinand Djeki Dumais, menggelar reses di wilayah tersebut pada Kamis (24/7/2025).
Baca juga: Itinerary Honeymoon Makassar 3 Hari 2 Malam dari Manado: Berdua Rp 7,3 Juta, Hotel & Open Trip
Baca juga: Itinerary Honeymoon Manado 3 Hari 2 Malam dari Makassar, Bujet Rp 7,1 Juta untuk Berdua
Dalam pertemuan dengan warga, seseorang mempertanyakan keberadaan jangkar tua itu yang hanya dibiarkan terbengkalai tanpa papan informasi atau pengamanan khusus.
"Saya baru tahu ada peninggalan sejarah seperti ini. Ini potensi wisata yang sangat besar, apalagi bisa menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Portugal," ujar Ferdinand.
Ia menilai jangkar tersebut berpotensi menjadi ikon wisata sejarah Sulawesi Utara yang dapat meningkatkan kunjungan wisatawan dan menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Peninggalan ini sangat bernilai. Saya akan koordinasi dengan Dinas Pariwisata Kota Manado agar potensi ini tidak sia-sia,” katanya.
Aspirasi Warga: Tanggul, Layanan Kesehatan hingga Pasar Murah
Kegiatan reses ini juga menjadi wadah bagi warga menyampaikan keluhan dan aspirasi yang selama ini belum mendapat perhatian maksimal dari pemerintah.
Ketua Lingkungan 1, Jefry Kasehu, menyampaikan usulan pembangunan tanggul penahan ombak untuk mengatasi abrasi pantai yang sudah merusak sembilan rumah.
“Abrasi juga menyebabkan banjir di beberapa wilayah rendah. Usulan tanggul ini sudah kami sampaikan berkali-kali, tapi tak pernah terealisasi,” ujarnya.
Syeni, warga lainnya, mengeluhkan minimnya layanan kesehatan di wilayah kepulauan.
Saat ini, warga hanya mengandalkan Pustu yang buka dua kali sepekan.
"Seharusnya durasinya ditambah atau dibangun Puskesmas permanen agar layanan kesehatan lebih maksimal," kata Syeni.