Karena dipicu oleh konflik masalah harta pusaka maka mereka memilih untuk mengembara.
Awalnya mereka mengembara sampai di Ndao, namun lingkungan hidup disana tidaklah harmonis.
Mereka pun diusir.
Mereka mengembara ke Lole dan disana mereka memperanakkan seorang anak yang dinamai Nusa Lai (kini sebuah pulau di sebelah selatan Lole).
Setelah beberapa lama waktunya terjadi pula pertengkaran dengan lingkungan di Lole.
Maka mereka pun mengembara dan sampailah di Termanu.
Baca juga: Kunjungi Pantai Gumicik di Gianyar Bali, Pasirnya Dipercaya Bisa Sembuhkan Beragam Penyakit
Di sinilah mereka menetap sampai sekarang.
Kedua batu tersebut khususnya Su’a Lain menjadi tempat berdoa bagi masyarakat Termanu.
Dalam ibadah bersama manasonggo (imam animis) masyarakat biasanya membawa hewan dan bahan pangan/beras sebagai persembahan ke Su’a Lain.
Beras/nasi ditanak dan hewan disembelih serta hati dan bulu hewan dipersembahkan ke Su’a Lain, sedangkan sisanya mereka makan beramai-ramai.
Bahasa adat untuk persembahan ini adalah ‘leu ke batu’ dengan tujuan untuk memohon kepada Dewata supaya ada curah hujan yang cukup di Bumi.
Nilai moral yang dapat diambil dari cerita ini adalah dimana pun kita tinggal walaupun bukan di lingkungan keluarga hendaklah kita memandang tetangga sebagai kaum kerabat kita.
Sikap saling menghormati dan menghargai haruslah dipupuk.
Sikap bermusuhan hendaklah dijauhkan sehingga hidup terasa aman.
Baca juga: Intip Daya Tarik Pantai Cermin di Pariaman, Sumatera Barat, Cocok untuk Liburan Akhir Pekan
Daya Tarik Batu Termanu
Ada dua Batu Termanu, yaitu Batu Hun dan Batu Sualai, dua batu tersebut merupakan wisata alam yang memukau untuk para wisatawan yang datang ke Kabupaten Rote Ndao.
Baca tanpa iklan