Namun, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan merasa curiga bahwa karya seni yang dibawa tamu tersebut bukanlah karya asli si tamu.
Setelah mengamati, ia mengajak tamu itu untuk melukis bersama.
Kecurigaannya terbukti, karena gaya melukis si tamu tidak sesuai dengan contoh lukisan yang ditunjukkannya.
Karena frustrasi, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan secara spontan merusak lukisan tersebut dengan jarinya.
Baca juga: 4 Hotel Bintang 3 di Tabanan Bali dengan Layanan Antar Jemput Bandara, Promo Inap Mulai Rp 200 Ribu
Namun, ketika ia kembali melihat lukisan yang telah dirusaknya, ia justru menemukan sesuatu yang berbeda, sebuah karakteristik baru dalam cara melukis.
Tampak bekas sidik jari dari I Gusti Ngurah Gede Pemecutan terpampang dalam lukisan tersebut.
Dari insiden inilah, ia menemukan teknik melukis sidik jari yang kini menjadi identitas khasnya.
Lukisan pertamanya dengan teknik ini, yang berjudul Tari Baris, dibuat pada tahun 1967, menandai dimulainya era baru dalam perjalanan karier seni I Gusti Ngurah.
Museum yang Mengedukasi dan Menginspirasi
Selain sebagai tempat memamerkan karya seni, Museum Lukisan Sidik Jari juga memiliki peran penting dalam edukasi.
Museum ini juga dioperasikan sebagai lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD), les melukis, sanggar tari dan tabuh, memberikan pengalaman belajar yang kreatif dan inspiratif bagi generasi muda.
Di sini, anak-anak tidak hanya belajar tentang seni, tetapi juga tentang nilai-nilai kreativitas, ketekunan, dan identitas diri.
Keunikan dari teknik melukis sidik jari yang dikembangkan oleh I Gusti Ngurah Gede Pemecutan tidak hanya menarik perhatian pecinta seni di Indonesia, tetapi juga di kancah internasional.
Beberapa karyanya telah mendapatkan penghargaan bergengsi, termasuk dari Guiness World Records di UK, Amerika, Jepang, dan Indonesia.
Karya-karya yang dihasilkan oleh beliau mampu memikat berbagai kalangan, baik lokal maupun internasional, karena keindahannya yang khas dan proses kreatif yang jarang ditemui.
Baca tanpa iklan