Barulah pada 1968, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin mengajukan proposal untuk membangun kembali Tugu Proklamasi yang sudah dihancurkan.
Walhasil, pada 17 Agustus 1972, Monumen Proklamasi kembali berdiri di tempat aslinya.
Kisah sejarah itu, dibagikan seorang tour guide sekaligus Founder Wisata Kreatif Jakarta, Ira Lathief saat ditemui Warta Kota di lokasi, Sabtu (12/8/2023).
"Ini sebenarnya kami berada di Taman Monumen Proklamasi yang sangat bersejarah bagi peristiwa kemerdekaan, karena di tempat inilah dibacakan naskah proklamasi," ujar Ira.
"Tepatnya di Tugu Petir, dulu di sini ada rumahnya Soekarno di Jalan Pegangsaan 56, jadi pembacaan naskahnya pas di terasnya. Cuma sekarang rumahnya sudah tidak ada, sudah dihancurkan dan sekarang yang tersisa adalah Monumen Tugu Proklamasinya," imbuh dia.
Ira menyampaikan, kala itu Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi di hadapan rakyat Indonesia tepat pada pukul 10.00 WIB saat bulan suci Ramadan.
Selain itu, Ira mengungkap bahwa alasan rumah Soekarno dihancurkan ada dua versi.
Pertama, berdasarkan keinginan Soekarno yang khawatir rumahnya dijadikan sebagai tempat kemusyrikan.
Kedua, karena hendak dibangun kawasan perkantoran.
"Ada beberapa versi (alasan rumah Soekarno dihancurkan), ada yang bilang kalau itu kemauan dari Bung Karno yang waktu itu rumahnya pengen dibongkar karena dia sudah tinggal di istana," kata dia.
"Sama ada rencana mau bangun kawasan ini sebagai tempat perkantoran, perusahaan-perusahaan negara. Tapi akhirnya yang terwujud si tempat ini dibangun gedung pola," jelas dia.
Lebih lanjut, Ira juga menyampaikan jika makna dari adanya 17 pilar tugu dan 45 patok air yang berada di belakang patung Soekarno-Hatta, menggambarkan 17 Agustus 1945.
Sementara itu, salah satu pengunjung Monumen Proklamasi, Toha (58) sengaja berkunjung untuk merayakan detik-detik HUT RI ke-78 nanti.
Menurutnya, selayaknya suatu kemerdekaan, harus dirayakan apapun caranya.
Satu caranya, kata dia, dengan berkunjung.