TRIBUNTRAVEL.COM - Peneliti China telah memicu kontroversi di komunitas ilmiah.
Hal itu terjadi setelah mereka menerbitkan penelitian tentang virus mutan terkait virus corona.
Dilaporkan bahwa virus mutan tersebut menyebabkan tingkat kematian 100 persen pada manusia yang terinfeksi lewat tikus.
Melansir Oddity Central, Rabu (24/1/2024), asal muasal virus Covid-19 memang masih belum diketahui.
Baca juga: Muncul di Peta Dunia dan Google Maps, Pulau Hantu Ini Tak Pernah Ditemukan, Ilmuwan Dibuat Bingung
Akan tetapi teori konspirasi seputar eksperimen laboratorium China yang tidak terkendali sekali lagi mendapatkan perhatian online.
Sontak penelitian kontroversial yang baru-baru ini diterbitkan oleh para ilmuwan China di Beijing langsung membuat heboh.
Mereka rupanya bereksperimen dengan strain GX_P2V yang bermutasi.
GX_P2V merupakan "sepupu" virus corona yang ditemukan pada trenggiling Malaysia pada tahun 2017, tiga tahun sebelum pandemi Covid-19.
Baca juga: Ilmuwan Jepang Ungkap Fakta di Balik Misteri Mumi Putri Duyung yang Ditemukan Tahun 1700-an
Para ilmuwan menggunakannya untuk menginfeksi tikus hasil rekayasa genetika yang dirancang untuk mencerminkan susunan genetik serupa dengan manusia.
Studi kontroversial ini adalah kali pertama yang melaporkan tingkat kematian 100 persen pada tikus terinfeksi GX_P2V, jauh melampaui temuan penelitian sebelumnya.
Penulis penelitian mencatat bahwa semua tikus yang terinfeksi GX_P2V mati dalam waktu delapan hari, sebuah angka kematian yang sangat cepat.
Ketika virus mulai melemahkan inangnya, tikus-tikus tersebut mulai mengalami penurunan berat badan, bergerak lebih lambat, dan menunjukkan postur membungkuk.
GX_P2V menginfeksi paru-paru, tulang, mata, trakea, dan otak tikus serta dilaporkan menyebabkan mata mereka menjadi putih seluruhnya sehari sebelum mati.
Baca juga: Sehari Bisa 3 Bungkus, Kebiasaan Unik Wanita di Tasikmalaya Ngemil Batang Teh Kering Jadi Sorotan
"Hal ini menggarisbawahi risiko penyebaran GX_P2V ke manusia dan memberikan model unik untuk memahami mekanisme patogenik virus terkait SARS-CoV-2," para penulis mencatat.
Temuan mengerikan ini membuat marah para ilmuwan dan ahli virologi Barat, yang banyak di antara mereka menyebutnya 'mengerikan' dan 'tidak berguna'.