Setelah meminta air kepada staf bandara, mereka ditagih dua euro untuk minuman, yang membuatnya kewalahan.
"Mereka bahkan tidak bisa memberi kami air gratis pada saat ini setelah mengacaukan kami karena hal buruk ini," tutur Parsa.
"Saya tenang sepanjang waktu, saya tidak ingin membuat keributan," ungkapnya.
Sambil menunggu penerbangan mereka ke Roma, Parsa mengatakan tidur di kursi bandara yang tidak nyaman hampir "tidak mungkin".
"Ada yang mencoba untuk tidur, ada juga yang tidak bisa tidur, mereka hanya jalan-jalan, mondar-mandir,” ujar Parsa.
"Beberapa orang mencoba tidur di lantai yang kotor. Itu adalah pengalaman yang mengerikan," terangnya.
Ketika mereka pergi check-in untuk penerbangan mereka, staf bandara sebelumnya telah beralih ke kelompok petugas baru, yang memberi tahu mereka bahwa pesawat ini juga sudah penuh dipesan.
"Pada titik ini, kita seperti, apa keberuntungan kita?" ucap Parsha.
"Ini gila, mereka berjanji pada kami bahwa kami akan naik penerbangan Roma dan sekarang mereka mengatakan ini," jelasnya.
Parsa mengatakan Volotea memberi mereka beberapa voucher makanan, namun tidak satu pun dari tiga restoran di bandara Brindisi yang mau menerimanya.
Sebagai kompensasi, bandara membantu Parsa dan pacarnya menyiapkan mobil pribadi yang akan membawa mereka ke Roma sehingga mereka dapat terbang ke Kroasia hari itu juga.
Sayangnya, Parsa menggambarkan perjalanan mobil itu sebagai "traumatis" karena pengemudi mereka melaju dengan kecepatan 177 km/jam sembari bermain ponsel.
Keduanya akhirnya berhasil sampai ke Roma, dan dengan demikian tujuan akhir mereka di Kroasia.
Mereka akhirnya menghabiskan sekira 13 jam di Krasia sebelum menaiki penerbangan berikutnya ke London untuk perjalanan terakhir liburan mereka.
Parsa membuat video TikTok untuk merayakan waktu singkat yang mereka habiskan di Dubrovnik.