"Tujuannya juga sama, ingin mencari burung. Tapi kali ini dia lebih ke minat fotografi," ujar Wahyudi.
Dari dua pengalamannya yang singkat dan mendadak itu, pemikiran Wahyudi jadi terbuka.
Keberadaan satwa di TWA Kerandangan merupakan potensi yang jika dikembangkan dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan justru memberikan manfaat nilai ekonomi yang lebih luas.
Berbekal pengalamannya keluar-masuk hutan TWA Kerandangan serta data awal jenis-jenis burung yang jumlahnya baru 23, ia mencoba mengembangkan daya tarik ini.
Memantau kembali jenis burung, aktivitas, juga kebiasaan untuk ia cocokkan dengan data awal yang ia miliki.
Jika ada perilaku, lokasi atau jenis burung yang belum terdata, ia mencatatnya sendiri.
Tidak jarang Wahyudi sampai menginap di dalam hutan.
Niatan Wahyudi untuk menggali potensi dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan semakin kuat ketika ia berdiskusi dengan salah seorang rekannya dari Universitas Mataram.
Terlebih tak berapa lama, BKSDA NTB melakukan kerja sama dengan Universitas Mataram untuk melakukan riset dan pendataan lebih jauh tentang keanekaragaman yang ada di TWA Kerandangan.
"Saya juga terlibat di tim itu karena saya hafal kawasan pal batas, juga titik-titik pengamatan. Dari situ kita tahu sampai saat ini ada 56 jenis burung," tutur Wahyudi.
Kini Wahyudi semakin paham dan mengetahui pola serta kebiasaan aktivitas hewan yang ada di dalam kawasan.
Seperti beberapa waktu lalu saat tim kampanye Sadar Wisata Kemenparekraf diajak menjelajah TWA Kerandangan.
Wahyudi dengan cekatan mendefinisikan jenis-jenis burung hanya dengan mendengar kicauannya.
Di beberapa titik, Wahyudi meminta pengunjung untuk fokus memperhatikan pergerakan di sejumlah ranting.
Ia menjelaskan, tak lama lagi akan ada pergerakan satu jenis burung.
Baca tanpa iklan