TRIBUNTRAVEL.COM - Hampir setiap tahun Masjid Agung Kauman Semarang menggelar tradisi unik menyambut bulan Ramadhan.
Tradisi Dugderan digelar di Masjid Agung Kauman Semarang dan telah menjadi pesta rakyat sebelum bulan Ramadhan.
Tradisi ini dilakukan dengan menabuh beduk untuk menentukan ketetapan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan.
Istilah dugderan diambil dari bunyi suara tabuhan beduk "dug" yang diiringi dengan suara meriam atau mercon "der".
Beli tiket kereta diskon hingga Rp 200 ribu, klik di sini.
LIHAT JUGA:
Perpaduan bunyi suara inilah yang akhirnya menjadi awal mula penamaan tradisi ini.
Selain bertujuan untuk mengingatkan masyarakat bahwa bulan Ramadhan telah datang, dugderan juga menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi masyarakatnya.
Arak-arakan dengan membawa maskot "Warak Ngendok" ini telah menarik perhatian masyarakat untuk berkumpul dan menyaksikannya.
Awal mula tradisi dugderan sendiri berasal dari ide Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung (KRMT) Purbaningrat.
Beli oleh-oleh khas Semarang Roti Ganjel Rel, klik di sini.
Baca juga: 3 Hotel di Semarang Tawarkan Paket Bukber All You Can Eat Ramadhan Rp 100 Ribuan
Pada masa pemerintahannya, masyarakat Semarang terbagi menjadi beberapa kelompok.
Kelompok tersebut di antaranya adalah pecinan (warga etnis Cina), pakojan (warga etnis Arab), Kampung Melayu (warga perantauan luar Pulau Jawa), dan Kampung Jawa.
Pengelompokkan ini dipicu oleh hasutan persaingan yang tidak sehat oleh kolonial Belanda saat itu.
Tak hanya itu, di antara umat Islam sendiri sering terdapat perbedaan pendapat mengenai penetapan awal puasa dan hari-hari besar Islam lainnya.