Pemkot Solo mengayomi serta memberikan kesempatan dan ruang yang sama bagi semua agama untuk merayakan hari keagamaan dan beribadah.
Toleransi menjadi salah satu kebutuhan penting agar Kota Solo tetap rukun dan damai.
Sedikitnya ada 4 pohon besar di lingkungan Plaza Balai Kota yang ditutup kain poleng (kotak-kotak).
Baca juga: Sate Kambing Pak Manto Solo Kebakaran Sabtu Malam, Minggu Pagi Tetap Buka
Sementara pohon-pohon kecil di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman juga tak luput dari ornamen kain poleng.
Kain poleng yang menutup batang pohon tersebut memang terkesan kuat akan suasana Bali.
Banyak anak muda yang mengambil momentum ini untuk berswafoto baik siang maupun malam hari.
Mereka berlomba menyebarkan semangat toleransi Kota Solo ke akun media sosial, melalui konten-konten video dan foto.
Sebagai rangkaian Perayaan Nyepi, umat Hindu juga menggelar Melasti, Tawur Agung Kesanga dan Pengrupukan.
Baca juga: 5 Hotel Murah di Solo Dekat Masjid Raya Sheikh Zayed, Tawarkan Fasilitas Lengkap Mulai Rp 110 Ribuan
Nyepi berasal dari kata sepi, yang berarti sunyi atau senyap.
Di samping itu, umat Hindu biasanya melakukan upacara Melasti menjelang Nyepi.
Melasti memiliki makna membersihkan Bhuana Alit atau dalam diri manusia dan Bhuana Agung atau alam semesta.
Sementara Tawur Agung Kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi.
Upacara ini memiliki makna membersihkan Jagad Bhuana Alit dan Bhuana Agung berdasarkan pada konsep Tri Hita Karana atau menyelaraskan hubungan tiga elemen penting yakni manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.
Masih dalam rangkaian Nyepi, sebelum perayaan Nyepi akan ada upacara Pengerupukan.
Ada pula Ogoh-ogoh yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala, sebagai representasi kekuatan buruk dan harus dihancurkan, agar membawa kembali unsur yang baik di lingkungan.
Baca tanpa iklan