Masyarakat Lamaholot menyebutnya Rera Wulan Tanah Ekan, Dewa Langit dan Dewi Bumi.
3. Patung Dihormati Sebagai Benda Keramat
Ketika itu, agama Katolik belum masuk ke Flores, khususnya ke Larantuka.
Namun kepala kampung Lewonama, Larantuka memerintahkan agar patung disimpan di korke rumah adat suku.
Patung tersebut pun dihormati sebagai benda keramat, di mana penduduk juga memberi sesaji setiap perayaan panen.
Raja Larantuka Don Andreas Martinho DVG mengatakan, sekitar tahun 1510, masyarakat Larantuka sudah melakukan devosi kepada Tuan Ma setiap bulan Februari.
Devosi ini merupakan ungkapan syukur atas hasil panen dan tangkapan laut masyarakat.
Kegiatan tersebut di luar liturgi gereja, praktik-praktik rohani yang merupakan ekspresi nyata masyarakat melayani dan menyembah Tuhan melalui objek-objek tertentu.
4. Tuang Ma Merupakan Patung Mater Dolorosa
Padri dari Ordo Dominikan yang datang ke kampung itu diminta masyarakat untuk membaca tiga kata yang telah ditulis Tuan Ma (tulisan itu dibuatkan pagar batu agar tidak terhapus air laut).
Tulisan tersebut artinya Reinha Rosario Maria.
Ketika melihat patungnya, padri itu terharu dan berkata kalau itulah Reinha Rosari yang dikenal juga sebagai patung Mater Dolorosa atau Bunda Kedukaan atau Mater Misericordia.
5. Raja I Larantuka Serahkan Kerajaan Larantuka kepada Bunda Maria
Tahun 1561 misionaris dari Portugis datang dan mulai menyebarkan agama Katolik dan dimulai di Pulau Solor.
Seorang misionaris bernama Pastor Manuel de Kagas menjelaskan kepada raja-raja Larantuka jika patung Tuan Ma yang mereka sembah adalah Bunda Maria.
Baca tanpa iklan