Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Imbas Naiknya Harga Tiket ke TN Komodo, 10.000 Wisatawan Batalkan Kunjungan ke Labuan Bajo

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi mogok dilakukan para pelaku pariwisata Labuan Bajo sebagai bentuk protes terkait kebijakan baru pada TN Komodo.

TRIBUNTRAVEL.COM - Pemerintah remsi menetapkan kebijakan kenaikan harga tiket ke kawasan Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,7 juta.

Dampkanya kenaikan harga tiket ke kawasan Taman Nasional Komodo dirasakan semua pihak, mulai dari pelaku usaha pariwisata hingga wisatawan.

Setelah munculnya kebijakan ini, sekitar 10 ribu wisatawan batalkan kunjungan ke Labuan Bajo.

Sepuluh ribu wisatawan tersebut sebelumnya telah menjadwalkan kedatanganya sejak saat ini hingga tiga bulan ke depan.

Data tersebut disampaikan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Nusa Tenggara TImur, Agus Bataona.

"Sejak saat ini hingga dua tiga bulan ke depan kurang lebih 10.000 wisatawan telah membatalkan kedatangannya ke Labuan Bajo," ujar Agus saat ditemui di Maumere, Selasa (2/8/2022).

Pulau Rinca, salah satu spot untuk melihat Komodo. (Dok. Kemenparekraf)

Baca juga: Viral Aksi Mogok Pelaku Wisata Labuan Bajo, Sandiaga Uno Ajak Dialog dan Cari Solusi

Baca juga: 7 Tempat Wisata Hits di Marina Bay Singapura, Satay by The Bay hingga Singapore Flyer

Menurutnya, pembatalan kunjungan ini seharusnya menjadi pertimbangan serius dari pemerintah agar membatalkan kenaikan tiket.

Apalagi, lanjut dia, kebijakan tersebut telah memicu ketegangan sosial, aksi unjuk rasa, hingga mogok kerja.

"Puncak unjuk rasa dimulai Senin (1/8/2022) yakni melaksanakan mogok massal sambil melakukan kegiatan pungut sampah. Tetapi kami diberangus oleh aparat represif secara paksa demi Kamtibmas padahal sedikit pun kami tidak pernah melakukan hal-hal anarkis," ujarnya.

Sedari awal, beber Agus, pihaknya telah meminta pemerintah berdialog dan membahas bersama seluruh pelaku wisata.

Namun permohonan itu tidak pernah dihargai apalagi ditanggapi.

"Terkesan ada pemaksaan agar segera memberlakukan keputusan tersebut tanpa proses sosialisasi yang teratur dan berulang kali," katanya.

Menurutnya, mengelola sebuah destinasi wisata serta atraksi alam dan budaya harus konkret demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mempertahankan keberlanjutan, dan dilaksanakan secara harmonis.

Baca juga: Ada Danau Toba hingga Tangkahan, Intip Indahnya Lanskap 5 Tempat Wisata Unggulan Sumatera Utara

Baca juga: 5 Museum di Jaksel, Tempat Wisata Anti Mainstream seusai ke Taman Margasatwa Ragunan

Namun ia menilai, skenario yang dilakukan Pemprov NTT justru memonopoli bisnis dan berkamuflase konservasi, dikemas dalam sistem kontribusi.

Dampaknya, terang Agus, terjadi perampasan hak dari para pelaku wisata.

Halaman
12