Sebagai informasi, tradisi tersebut telah dilakukan turun temurun dan rutin setiap Tahun Baru Islam.
Pengumuman atau panggilan untuk warga dilakukan dengan membunyikan tiang listrik yang dipukul.
Hal itu berarti saatnya ratusan warga desa, dari anak-anak, remaja hingga orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, semuanya turun ke jalan membawa ketupat dan sayur.
Puncak acaranya sendiri pada umumnya adalah perang ketupat.
Semua warga saling melempar ketupat dan makanan tersebut.
Maksun menerangkan bahwa tidak digelarnya perang ketupat itu sejak munculnya wabah Covid-19.
Bahkan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, masyarakat setempat juga tidak berkumpul dan menggelar doa bersama.
Seorang warga setempat, Muryani (60), merasa senang lantaran kegiatan itu bisa disenggelerakan kembali 2022 ini.
“Ya senang akhirnya bisa kumpul-kumpul lagi, meskipun tidak ada lempar-lemparan, ya. Padahal perang ketupat itu seru juga sebenarnya,” ujarnya. (*)