Setidaknya terdapat delapan tingkat kepedasan yang ditawarkan Mie Petir, mulai dari tingkat PAUD tanpa cabai sampai tingkat profesor dengan 25 cabai.
Terinspirasi dari kerabat
Mie Petir dibuka pertama kali pada 2014.
"(Buka) di sini mulai tahun 2014, pas habis itu lho, Gunung Kelud meletus," ujar Endang.
Ia menceritakan, Mie Petir sebenarnya terinspirasi dari kerabatnya yang terlebih dahulu membuka usaha yang sama.
"Ini kan (asalnya) dari sana, saudaraku yang di Nganjuk. Terus di sini belum ada, aku buka di sini," ungkap Endang.
"Tapi rasanya beda. Kalau di sini cenderung manis, kalau Jawa Timur kan asin. Menyesuaikan selera orang Solo," sambungnya.
Ia mengatakan, meski bumbu dan takarannya sama, namun cita rasa yang ditawarkan tentu saja berbeda.
"Karena beda tangan, beda rasa," serunya.
Baca juga: Sarapan Enak Nasi Gudeg RM Adem Ayem Solo, Sandiaga: Rasanya Muanteb Tenan
Berharap ada penerus
Kepada TribunTravel, Endang mengungkapkan bahwa dalam sehari dirinya bisa menjual hingga 300 porsi mi.
"Kalau Sabtu-Minggu ya sekitar 400 (porsi)," kata dia.
Padahal sebelum pandemi, lanjut Endang, Mie Petir mampu menjajakan 500 porsi dalam sehari.
"Dulu rame, waktu buka pertama itu 500 porsi habis. Tapi sekarang ya banyak saingan," ujar wanita berkaca mata itu.
Ia melanjutkan, saat ini banyak gerai mi serupa yang juga menawarkan tingkat kepedasan.