Dia tidak bisa menggunakan ponselnya.
Ia diberi seragam penjara oranye dan ditempatkan di sel dengan seorang tahanan yang telah dilumuri darah dan kotoran di dinding.
Sementara itu, orang tuanya telah diberitahu oleh pihak berwenang di AS bahwa Jack aman, tetapi tidak diizinkan untuk berbicara dengan Jack atau mendengar detail tentang apa yang dia alami.
Keluarganya telah mengajukan keluhan kepada CBP tentang perawatan Jack dan perilaku petugas setelah insiden tersebut.
Dikutip dari laman UNILAD, Sabtu (11/6/2022), saat menceritakan pengalamannya di penjara, Jack berkata, "Begitu polisi memasukkan aku ke penjara, para penjaga dan narapidana di sana tidak tahu untuk apa aku ada di sana, mereka hanya menganggap aku telah melakukan sesuatu yang buruk. Mereka pun memperlakukanmu seperti penjahat, seperti sampah."
Seorang juru bicara CBP mengatakan, orang yang bepergian di bawah Program Visa Waiver harus memiliki tiket pulang-pergi yang akan membawa mereka keluar dari Amerika Serikat ke pelabuhan atau tempat asing lainnya, selain perjalanan di wilayah/pulau yang berdekatan.
Tiket pulang-pergi dapat membawa turis ke wilayah yang berdekatan atau pulau yang berdekatan, jika pelancong adalah penduduk asli di negara tujuan.
"Selain itu, turis harus bisa menunjukkan saldo tabungan yang cukup untuk menghidupi diri mereka sendiri selama periode masa tinggal yang diinginkan dan untuk membuktikan ikatan atau ekuitas yang cukup dengan negara asal," kata juru bicara itu saat diwawancara The Guardian.
Jack menghabiskan sekitar 30 jam di pusat penahanan sebelum dibawa kembali ke bandara dan diterbangkan ke Sydney.
Jack juga meminta Departemen Luar Negeri dan Perdagangan agar mencantumkan persyaratan masuk di situs web mereka. (TribunTravel.com/Tys)
Baca juga: Lion Air Buka Kembali Penerbangan Internasional Non Stop Kualanamu-Penang, Cek Syarat Perjalanan
Baca juga: Pendaki Asal Amerika Serikat Jatuh di Lereng Gunung Batur Bali, Begini Kronologinya