Harga tes PCR telah diatur pemerintah dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2824/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
"Kalau ada seperti itu kami akan tutup itu, kan ada SE-nya itu, kami juga sudah buat edaran, nggak boleh ada yang melewati, kalau ada saya kasih tahu, akan saya tutup lab-nya,” tegasnya.
Dalam surat tersebut tercantum biaya tes PCR yang ditetapkan pemerintah di wilayah Jawa-Bali adalah Rp 495 ribu dan tes PCR di luar Jawa-Bali ditetapkan paling tinggi Rp 525 ribu.
Aturan ini mulai berlaku efektif sejak 17 Agustus 2021.
Sehingga, jika ada laboratorium yang mematok harga di atas angka tersebut, maka pihaknya tidak segan-segan akan menutup laboratorium tersebut.
"Kan Rp 495 ribu, kalau ada yang lebih, kami akan tutup," paparnya.
Suarjaya juga menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh laboratorium tersebut adalah akal-akalan semata.
Pihak laboratorium juga tidak boleh mengulur-ulur waktu dikeluarkannya hasil tes PCR.
"Pokoknya 1 kali PCR itu secepat dia bisa lakukan itu, kalau dia mengulur-ulur supaya bisa lebih mahal itu menyalahi aturan, nggak boleh, saya tutup itu,” ucapnya.
Menurut Suarjaya, di Bali sudah ada 26 laboratorium berizin untuk melakukan tes PCR.
Dari jumlah tersebut, menurutnya dalam keadaan normal 26 laboratorium tersebut mampu melayani 4.500 tes PCR dalam sehari.
YLKI Duga Ada Mafia
Menanggapi kasus mahalnya tes PCR di Bali yang capai Rp 1,9 juta, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turmembeberkan dugaan mafia pengadaan tes PCR demi mengejar keuntungan atau cuan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, Harga Eceran Tertinggi (HET) PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah "PCR Ekspress".
"Harganya 3 kali lipat dibanding PCR normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," ujarnya melalui siaran pers, ditulis Minggu (24/10/2021).