Ukurannya juga cukup lebar sehingga lebih cepat memberikan rasa kenyang.
“Ya sehari ini saya bisa menggulungi martabak 700 biji. Kebetulan selalu ramai apalagi kalau hari Minggu. Kadang yang beli ya dari Jakarta, Semarang, Kotagede, Sleman,” ucapnya.
Martabak telur puyuh memang menjadi favorit pembeli, khususnya yang berasal dari luar daerah.
Harganya lebih mahal tapi rasanya menjadi spesial karena telur puyuh membuat martabak menjadi lebih tebal.
Berkat keviralannya di media sosial, orang mencari martabak unik tersebut dan ingin menjadikan sarapan di pagi hari.
“Favoritnya yang pakai telur puyuh. Sehari itu bisa menghabiskan 300-400 telur puyuh buat jualan ini,” jelas Bu Jumirah.
Baca juga: Gudeg Yu Djum dan 4 Tempat Sarapan Favorit di Jogja yang Sering Diburu Wisatawan
Bu Jumirah, yang menggunakan masker, tetap ramah melayani pembeli.
Tak jarang, ia mengajak berbicara konsumen yang tidak pernah ia lihat.
Dari situ, dirinya seperti mengenal profil pembeli dan mengingatnya.
Terkadang, ia sudah tahu berapa banyak yang akan dibeli meski hanya melihat sosok pembeli dari kejauhan.
“Biasanya kalau yang dari Kotagede itu beli agak banyak karena jauh. Anaknya suka jadi dibelikan sekalian banyak,” ucap Bu Jumirah yang sudah berjualan sejak 1994 itu.
Memanfaatkan Nomor Whatsapp untuk Pesanan
Satu dari beberapa solusi industri kuliner untuk bertahan di tengah pandemi adalah memanfaatkan sistem pesan antar daring.
Bisa dititipkan di aplikasi ojek online atau membangun sistem sendiri.
Selain memudahkan, sistem ini juga menjangkau pembeli lebih jauh dan banyak.