Terdapat empat saka guru, 12 sakarawa, dan 24 saka pinggir penyangga atap tajug yang dipasang dengan sistem ceblokan.
Kayu penyangganya masih kokoh.
Baca juga: 5 Tempat Wisata Religi di Surabaya yang Ramai Dikunjungi Wisatawan saat Bulan Ramadan
Sedangkan yang sudah rusak karena termakan usia adalah mimbar.
Kini, masjid itu memakai mimbar kayu berukir yang merupakan replika mimbar asli.
Mihrabnya berupa ceruk yang juga dibingkai kayu berukir.
Meski berada di lokasi yang cukup terpencil, peran Masjid Tegalsari sebagai pusat pendidikan Islam kala itu sangat menonjol.
Kiai Besari memberikan ilmu syariat, akidah, tasawuf atau akhlak, hingga kesenian Jawa, khususnya sastra.
Cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid dalam Ensiklopedi Nurcholish Madjid, menyebut Masjid Tegalsari sebagai tempat yang sangat indah.
Di tempat itu selawatan mirip tembang pesisiran Jawa dan lantunan jemaah zikir masih kerap terdengar.
Masjid Tegalsari mendapat kunjungan paling ramai pada Jumat Kliwon dan Senin Kliwon atau malam-malam tanggal ganjil Ramadan.
Saat ini pengurus masjid membuat kesepakatan, masjid dan makam tetap dibuka, tetapi dengan kapasitas 50 persen.
Riyono, mengatakan peziarah juga harus mematuhi protokol kesehatan, mulai dari menggunakan masker, dan mencuci tangan menggunakan sabun.
Peraturan itu berlaku bagi jemaah yang ingin berziarah maupun salat lima waktu termasuk tarawih.
Baca juga: 5 Tempat Wisata Religi di Cirebon yang Jadi Destinasi Favorit saat Bulan Ramadan
"Masjid ini mampu menampung 1.500 orang sampai ke serambi. Kalau 50 persen ya sekitar 750 orang," kata Riyono.
Beberapa keunikan Masjid Kiai Muhammad Besari antara lain adalah kubah masjid yang terbuat dari tanah liat (sejenis gerabah) yang masih terjaga keasliannya hingga sekarang.