Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Ramadan 2021

Fakta Masjid Al Badri, Masjid Bersejarah di Sidoarjo yang Dibangun oleh Keturunan Jaka Tingkir

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Al Badri yang berada di Tawangsari Sidoarjo untuk wisata religi

TRIBUNTRAVEL.COM - Ingin wisata religi selama Ramadan 2021?

Kamu bisa mampir ke Masjid Al Badri Sidoarjo.

Masjid Al Badri Sidoarjo tiap harinya memang tak pernah sepi para jemaah.

Para jemaah yang datang tidak hanya berasal dari warga desa Tawangsari dan Kecamatan Taman Sidoarjo saja.

Banyak juga para Musafir (orang yang melakukan perjalanan jauh) yang tengah lewat daerah Tawangsari juga kerap memilih Masjid Al Badri sebagai tempat ibadah, khususnya ketika memasuki waktu shalat.

Saat tiba musim ramadan seperti ramadan 2021 ini, khususnya ketika dipakai shalat tarawih berjamaah maupun idul fitri, masjid yang berdiri di atas lahan seluas 625 meter persegi ini mampu menampung 1000 jemaah.

Masjid Al Badri ini memiliki usia yang sangat tua serta punya sejarah panjang dalam keikutsertaan mengambil peran untuk menyebarkan Syiar Islam di tanah air.

Hal tersebut dikatakan langsung oleh salah satu Imam Besar Masjid Al Badri Sidoarjo, Abdullah Habib.

"Masjid ini usianya sudah sekitar 161 tahun, karena berdirinya antara kisaran 1850-an dan 1860-an," kata Imam Besar Masjid Al Badri yang akrab disapa Abah Habib, Sabtu (10/4/21).

Kata dia, pendiri masjid ini adalah KH. Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo.

Bahkan, nasab KH. Raden Mas Abdul Wahab sendiri juga merujuk hingga sampai ke Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Sultan Hadiwijaya.

"Urutannya adalah KH. Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo Bin KH Arfiyah Bin Kyai Jamaluddin Bin Pangeran Sambu Bin Pangeran Bunawa Bin Jaka Tingkir atau Pangeran Mas Karebet," jelas Abah Habib.

Abah Habib yang merupakan keturunan keturunan kelima dari KH. Raden Mas Abdul Wahab juga mengatakan, pada masa kedatangannya dan kepemimpinannya, daerah Tawangsari masih mayoritas memeluk agama Hindu-Budha, dan negara Indonesia dalam masa penjajahan Belanda.

Ia menceritakan, dalam mengajarkan dan menyebarkan agama islam diwilayah Tawangsari, KH. Raden Mas Abdul Wahab banyak menemui rintangan yang sulit.

Itu wajar saja, karena di wilayah Tawangsari pada saat itu mayoritas penduduknya beragama Hindu-Budha.

Halaman
123