TRIBUNTRAVEL.COM -Kamu pasti sudah tidak asing dengan pecel.
Kuliner tradisional berbahan dasar sayuran ini cukup mudah ditemukan khususnya di Pulau Jawa.
Terbuat dari berbagai jenis daun yang bisa dimakan direbus lalu dimakan dengan saus kacang yang berbumbu kencur, asem, garam dan cabai.
Rasanya tak hanya segar, tapi juga pedas, wangi dan gurih.
Pecel memiliki keunggulan salah satunya adalah kaya serat dan anti oksiden serta sangat menyehatkan.
Lalu bagaimana sejarah pecel?
Dalam buku Babad Tanah Jawi diceritakan Ki Gede Pamanahan beritirahat di Dusun Taji saat melakukan perjalanan ke Tanah Mataram.
Di Dusun Taji, Ki Ageng Karang Lo menyiapkan jamuan untuk Ki Gede Pamanahan yakni nasi pecel daging ayam, sayur menir.
Selasai makan, Ki Gede Pamahanan berkata, "Terimakasih Ki Sanak. Hidangannya enak sekali. Saya sungguh sangat berhutang budi pada Ki Sanak. Semoga kelak saya bisa membalasanya."
Saat ditanya hidangan apakah itu. Ki Ageng Karang Lo menjawab, "Puniko ron ingkang dipun pecel." Artinya adalah dedaunan yang direbus dan diperas airnya.
Sejak itu hidangan tersebut dikenal dengan pecel.
Disebut di Serat Cethini
Pecel juga disebutkan di naskah Centhini yang menjadi koleksi milik Badan Pelestarian Nilai Budaya yogyakarta.
Serat Centhini diawali dengan cerita kedatangan Syekh Wali Lanang dari Tanah Arab ke Tanah Jawa yang kemudian menurunkan Sunan Giri.
Singkat kata, Sunan Giri Prapen memiliki tiga putra yakni Jarengresmi, jayengsari, dan Niken Rancangkapti. Mereka kemudian meninggalkan Giri.