"Pengakuannya sudah 11 kali (menjual surat), tapi kami masih mendalami terus," ucapnya.
Yusri mengatakan, para tersangka mematok harga Rp 75.000 hingga Rp 900.000. Tarif itu disesuaikan dengan jenis surat yang dikeluarkan.
"Kalau antibodi atau antigen ini Rp 75.000 sampai PCR itu Rp 900.000 dikenakan biayanya, tanpa melakukan uji tes, cukup identitas saja," kata Yusri.
Selama mencari pemesan, para tersangka memasarkan dengan memanfaatkan media sosial Bahkan, tersangka juga sempat melakukan penawaran secara door to door.
"Modus operandi menawarkan melalui media sosial, Facebook. Bahkan juga ada yang door to door," kata Yusri.
Pegawai lab dan klinik
Para tersangka melakukan pemalsuan surat hasil tes PCR dan antigen dengan mudah.
Pasalnya, mereka bekerja sebagai pegawai laboratorium dan klinik.
"Ada beberapa tersangka ini kerjanya adalah pegawai di lab, kemudian juga ada pegawai di klinik JS," ujar Yusri.
Tersangka membuka jasa pembuatan surat hasil swab PCR dengan hasil negatif menggunakan kop surat laboratorium dan klinik tempatnya bekerja.
"Dia mudah karena punya (dokumen) PDF. Dia membuat sesuai dengan pesanan yang ada. Cukup dengan data pribadi, nanti akan keluar suratnya lengkap dengan stempel, kemudian print out dengan hasil non-reaktif," kata Yusri.
Klaster covid-19 di pesawat
Perbuatan mereka memalsukan surat keterangan hasil swab dan tes rapid antigen berujung pada penyebaran Covid-19 yang kian masif.
Yusri menyebutkan, buntut pemalsuan surat PCR itu pernah menimbulkan klaster Covid-19 di pesawat.
"Mereka ini tanpa menyadari dengan mencari keuntungan tetapi akibatnya yang sangat besar. Bahkan sempat terjadi adanya klaster pesawat," ujar Yusri.