TRIBUNTRAVEL.COM - Perayaan Imlek sudah menjadi tradisi warga Tionghoa setiap tahunnya.
Tentunya segala persiapan yang mencakup pernak-pernik sudah dilakukan untuk menyambut Tahun Baru Imlek.
Mulai dari angpau, makanan khas imlek, petasan, hingga lampion atau lentera merah.
Lampion biasanya ditemukan di rumah warga Tionghoa, pusat perbelanjaan, kelenteng, maupun restoran.
Meski tampak sederhana, bicara tentang lampion merah ternyata memiliki makna yang ada di dalamnya.
Dirangkum TribunTravel dari berbagai sumber, lampion merah memang tak bisa dipisahkan dari Perayaan Tahun Baru Imlek.
Baca juga: 7 Pantangan Saat Perayaan Imlek, dari Menangis hingga Keramas
Lampion merah bisa dibilang, Perayaan Tahun Baru Imlek kurang afdol dan meriah jika tak ada lampion yang menghiasi.
Dalam bahasa mandarin, lampion dikenal dengan sebutan dēng lóng atau dēng cǎi yang berarti sangkar atau tempat, sehingga jika diletakkan secara bersama sebagai tempat cahaya atau sumber cahaya.
Lampion merupakan perpaduan antara seni lukis, hiasan gunting kertas, origami dan sulaman yang menggunakan bahan bambu, kayu, rotan, batang gandum, tanduk hewan, bahan logam dan sutera.
Tradisi memasang lampion sudah ada sejak era Dinasti Xi Han yang berlangsung sekitar abad ke-3 masehi di China.
Awalnya, lampion terbuat dari kertas kain, atau kulit binatang.
Pasalnya, memang masa pembuatan lampion bersamaan dengan terciptanya teknik pembuatan kertas.
Lampion terbuat dari rangka bambu, dan berwarna merah.
Namun, kini lampion mulai diidentikkan sebagai simbol Perayaan Thaun Baru Imlek dalam penanggalan Tionghoa pada masa Dinasti Ming.
Lampion yang terbuat dari bahan ringan melambangkan pribadi yang rendah hati dan ringan dalam membantu orang lain.