TRIBUNTRAVEL.COM - Es krim yang dibuat di China dengan bahan-bahan dari Selandia Baru telah terkontaminasi COVID-19.
Pejabat kesehatan di Kota Tianjin, China melaporkan bahwa tiga sampel es krim memiliki hasil tes positif COVID-19.
Namun, infeksi tersebut dianggap sebagai 'one-off' oleh para ahli dan dikatakan tidak ada alasan untuk khawatir.
Dilaporkan news.com.au, Es krim tersebut diproduksi oleh Perusahaan Makanan Tianjin Daqiaodao menggunakan susu bubuk Selandia Baru.
Baca juga: Batu Nisan di Kuburan Ini Menuliskan Nama Aneka Rasa Es Krim, Apa Tujuannya?
Atas temuan ini, perusahaan telah menyegel dan menahan semua produk es krimnya dalam minggu ini.
"Sepertinya ini berasal dari seseorang, dan tanpa mengetahui detailnya. Saya pikir ini mungkin hanya sekali," kata Dr. Stephen Griffin, Ahli Virus di Universitas Leeds kepada Sky News.
"Tentu saja, semua tingkat kontaminasi tidak dapat diterima dan selalu memprihatinkan, tetapi kemungkinan besar ini adalah akibat dari masalah dengan pabrik produksi dan berpotensi turun ke kebersihan pabrik," lanjutnya.
Pakar mengatakan, suhu dingin dan kandungan lemak es krim bisa menjadi penyebab kelangsungan hidup virus dalam sampel.
Namun, Griffin menekankan bawa tidak ada alasan untuk khawatir.
"Kita mungkin tidak perlu panik jika setiap es krim tiba-tiba akan terkontaminasi virus Corona," imbuhnya.
Sementara itu, Kementerian Industri Primer mengatakan tidak mengetahui adanya bukti bahwa susu bubuk Selandia Baru menjadi sumber COVID-19.
"Dalam banyak kasus, laporan SARS-CoV-2 yang terdeteksi pada makanan atau kemasan makanan tidak spesifik tentang bagaimana virus itu diidentifikasi. Berapa jumlah virus yang ditemukan dan apakah virus itu dapat hidup dan menular," ungkap pihak Kementerian tersebut.
"Literatur ilmiah dan pengalaman otoritas kesehatan masyarakat global mengungkapkan bahwa penularan melalui tetesan udara dan aerosol adalah jalur dominan untuk infeksi COVID-19. Risiko penularan melalui makanan dianggap sangat kecil," lanjutnya.
Tonton juga:
Menanggapi temuan itu, sebanyak 1662 karyawan perusahaan dilaporkan telah ditempatkan di karantina.