Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Tebing Lava Tahun 1954 Jatuh ke Kawah Gunung Merapi, Warga Diimbau Tenang

Penulis: Ratna Widyawati
Editor: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gunung Merapi erupsi kembali, Jumat (10/4/2020).

TRIBUNTRAVEL.COM - Video detik-detik terjadinya guguran tebing lava lama terpantau dari CCTV pengamatan Gunung Merapi yang dipasang di Deles pada Minggu (22/11/2020), pukul 06.50 WIB.

Guguran tersebut tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi 82 detik.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida menyampaikan guguran tersebut merupakan guguran dari tebing lava tahun 1954 yang berada di dinding kawah utara Gunung Merapi.

Material jatuh ke dalam kawah dan hingga saat ini tidak berpengaruh pada aktivitas Gunung Merapi.

Baca juga: Pengelola Wisata Malioboro Sebut Banyak Wisatawan Sudah Terapkan Protokol Kesehatan

"Guguran seperti ini merupakan kejadian yang biasa terjadi pada saat Gunung Merapi mengalami kenaikan aktivitas menjelang erupsi."

"Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan mematuhi rekomendasi dari BPPTKG serta arahan dari BPBD dan pemerintah daerah setempat," ujar Hanik, Senin (23/11/2020).

Ia melanjutkan, setelah statusnya ditetapkan menjadi Siaga sejak 5 November 2020, hingga saat ini aktivitas kegempaan di Gunung Merapi tercatat masih cukup tinggi.

Kegempaan dangkal yang dominan terjadi pada aktivitas kali ini mengakibatkan ketidakstabilan material lama yang ada di puncak.

Pada periode pengamatan Minggu (22/11/2020) hingga pukul 24.00 WIB terpantau terjadi 50 gempa guguran, 81 kali gempa hembusan, 342 kali gempa multifase, 41 kali gempa vulkanik dangkal, dan 1 kali gempa tektonik jauh.

26 Tahun Letusan Dahsyat Merapi 22 November 1994

Minggu 22 November 2020 adalah tepat 26 tahun letusan Merapi 22 November 1994.

Letusan itu meluluhlantakkan kawasan kaki Bukit Turgo dan Kaliurang Barat.

Kedua tempat ini, terbakar akibat luncuran awan panas atau wedhus gembel dari runtuhnya kubah lava di puncak barat.

Ambrolnya kubah lava itu memicu luncuran awan panas menuju hulu Kali Krasak.
Namun karena aliran penuh material, luncuran awan piroklastika berbelok ke hulu Kali Boyong.

Permukiman penduduk di kaki bukit Turgo dan Kaliurang Barat pun terbakar.

Petaka itu datang tak disangka-sangka.

Luncuran awan panas juga terus terjadi susul menyusul.

Di kaki bukit Turgo, petaka mengerikan terjadi. Puluhan orang bergelimpangan tewas.

Korban paling banyak ditemukan di rumah warga yang saat itu menggelar hajat pernikahan Marijo dan Wantini.

Permukiman di Dusun Tritis, Ngandong, Turgo, dan Tegal, porakporanda.

Para petugas pengamatan Gunung Merapi yang bertugas waktu itu, menceritakan bagaimana detik-detik mengerikan itu terjadi.

Pada detik-detik kejadian itu, Panut sedang menerima telepon dari kerabat tetangganya di Jakarta.

Ia dalam posisi lepas kerja, di rumahnya di Kaliurang. Pos Plawangan terletak di puncak bukit Kaliurang.

Dari kiri ke kanan: Suramto, Sunarto, Panut dan Sugiyoto, berlatar Merapi yang terus mengeluarkan awan panas, beberapa menit sebelum meninggalkan Pos Plawangan. Momen ini menandai peristiwa bersejarah penutupan pos selama-lamanya sejak 22 November 1994. (DOK | DEDI H PURWADI)

Waktu kejadian hanya dijaga Sugiyoto, yang menunggu kedatangan partner kerja satu shift.

Panut sehari sebelumnya lepas piket.

Sore 21 November 1994, ia tak melihat gejala gunung itu bakal meletus.

Tapi cuaca lebih cerah.

Bahkan hawa terasa sangat gerah di Kaliurang.

Rupanya, saat Panut menerima telepon dari kerabat tetangganya di Jakarta. Sugiyoto juga meneleponnya.

Kelak diketahui, Sugiyoto hendak mengabarkan Merapi meletus. Awan panas meluncur bergulung-gulung ke barat daya .

"Selesai menerima telepon itu, saya mendengar suara gemuruh dari arah puncak Merapi. Wah, meletus, pikir saya," kata Panut di kediamannya di Kaliurang, Sabtu (21/11/2020).

"Saya langsung lari pontang-panting menuju Tlogo Nirmolo," sambung petugas pengamat Merapi sejak 1975 ini.

"Belum ada motor waktu itu. Lari sekitar 1,5 kilometer dari rumah ini ke Tlogo Nirmolo. Saya bilang ke petugas penjaga loket, Merapi meletus, berjaga-jaga, dan jangan izinkan siapapun naik ke Plawangan," ungkap Panut yang diangkat jadi PNS sejak 1981.

Tlogo Nirmolo waktu itu pusat rekreasi yang ramai dikunjungi pelancong.

Setelah itu, ia bersicepat naik ke Plawangan.

Berlari ia mendaki jalan setapak, tak menghiraukan keselamatan dirinya.

Di benaknya, ia hanya berpikir harus cepat sampai Pos Plawangan.

Suara gemuruh semakin keras terdengar.

Napas Panut tersengal-sengal saat pendakian kilat itu.

Ketika meniti tanjakan di sisi timur Kali Boyong, Panut menoleh ke alur sungai.

"Gelombang awan panas sudah membanjiri sungai. Di sisi barat melambung menabrak bukit Turgo," jelasnya.

Panut tak berhenti. Ia terus berlari menuju Pos Plawangan.

"Awan panas itu paling besar yang pernah saya lihat. Bergulung-gulung dari lereng, menyusuri Kali Boyong. Hari berikutnya saya baru tahu jarak luncurannya mencapai 6,5 kilometer," ujar kakek 7 cucu ini.

"Ujung luncuran awan panas sampai di sebelah barat Museum Ullen Sentalu sekarang," imbuh Panut yang alumni Sekolah Teknik Negeri 4 Pakem (setara SMP).

Ketika ia akhirnya mencapai Pos Plawangan, Sugiyoto juga baru saja kembali dari arah Tlogo Putri.

Rupanya ketika luncuran awan panas terbesar terjadi, Giyoto, panggilan akrab Sugiyoto, berusaha menyelamatkan diri turun ke Kaliurang lewat jalur Tlogo Putri.

Tapi akhirnya ia batal turun begitu ingat, sebelumnya menelepon Panut.

Tonton juga:

Ia berpikir pasti sejawatnya itu akan menyusul jika terjadi letusan.

Keduanya akhirnya bersalaman di Pos Plawangan, saling berucap syukur dalam kondisi selamat.

Menurut Panut, kondisi Pos Plawangan relatif utuh. Hanya terpapar abu vulkanik cukup tebal. Sebagian bercampur pasir panas.

"Saya tidak merasakan ternyata tengkuk saya terkena pasir panas. Beberapa hari kemudian luka seperti terkena herpes," kenang Panut yang dilahirkan di Kaliurang, 5 Oktober 1953.

Ia memulai sekolah di SD Kaliurang I, satu-satunya sekolah yang ada di kawasan Kaliurang kala itu.

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Video Detik-detik Tebing Lava Tahun 1954 Jatuh ke Kawah Gunung Merapi.

Baca juga: Status Siaga Gunung Merapi, Wisatawan Takut Kunjungi Jogja?

Baca juga: Tips Sebelum Rencanakan Perjalanan pada Tahun 2021

Baca juga: Syarat Permohonan Paspor Haji 2021 di Kantor Imigrasi Surabaya

Baca juga: Ibadah Haji 2021, Kemenag: Belum Ada Penetapan Kuota dari Arab Saudi

Baca juga: Bali Dilanda Hujan Es 2 Kali dalam Sepekan, Pertanda Apa?