Jalanannya pun sempit dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Memiliki luas sekitar 921 meter, tempat ini dianggap oleh masyarakat Penglipuran sebagai lahan leteh atau kotor.
Masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengambil hasil tanaman seperti pisang dan bunga-bunga yang tumbuh di areal ini untuk persembahyangan.
Menurut hukum desa, setiap pria yang berpoligami harus pindah ke Karang Memadu.
Orang yang ngemaduang (poligami), pernikahannya tidak disahkan oleh desa.
Upacara pernikahannya tidak diselesaikan oleh Jero Kubayan, pemimpin tertinggi dalam pelaksanaan upacara adat dan agama.
Akibatnya, si pelanggar pun dilarang bersembahyang di pura desa adat.
Dengan sanksi yang begitu keras, tampaknya tidak ada lelaki di Penglipuran yang berani berpoligami.
Proses penerapan sanksi Karang Memadu
Jika ada warga Penglipuran yang melanggar hukum adat tentang larangan poligami ini, maka ia akan terkena sanksi dan dipindahkan ke Karang Memadu.
Proses penerapan sanksi karena poligami di Karang Memadu terdiri dari tiga tahap.
Pertama, si pelanggar dipanggil untuk mendengarkan pemaparan dari sejumlah prajuru adat terkait dengan aspek-aspek yang ada di dalam sanksi karang memadu yang akan diterimanya nanti.
Jika yang bersangkutan bersikukuh pada pendiriannya untuk berpoligami, maka prajuru adat akan melanjutkan ke tahapan yang kedua.
Tahapan kedua adalah pembuatan gubug untuk menempatkan keluarga yang berpoligami tersebut di sebuah areal yang bernama Karang Memadu.
Jika gubug telah selesai dibuat, maka akan dilanjutkan ke proses yang ketiga.